Terjemahan Kitab Tahqiqul Maqam 'ala Kifayatul 'Awam (تحقيق المقام علی كفايۃ العوام) Sifat Ilmu - Hayat - Sama' - Bashar - Kalam [Kitabkuning90]

Terjemahan Kitab Tahqiqul Maqam 'ala Kifayatul 'Awam (تحقيق المقام علی كفايۃ العوام) Sifat Ilmu - Hayat - Sama' - Bashar - Kalam
Tahqiqul Maqam 'ala Kifayatul Awam
Terjemahan Kitab Tahqiqul Maqam 'ala Kifayatul 'Awam (تحقيق المقام علی كفايۃ العوام) Sifat Ilmu - Hayat - Sama' - Bashar - Kalam.
Lihat Halaman Sebelumnya>>

Bermula sifat yang ke-9 yang wajib baginya Allah ta'ala itu ilmu/ Maha Mengetahui.

Dan bermula dia ilmu itu sifat yang qadim/sedia yang berdiri dengan Zat-Nya Allah ta'ala lagi yang maujud, lagi yang terbuka dengannya sifat oleh semua yang bisa diketahui, akan sebagai terbuka di atas segi meliputi dari pada tanpa didahului tersembunyi. Dan berperan ia sifat ilmu dengan segala yang wajib/ mesti dan segala yang harus/ boleh jadi dan segala yang mustahil.

Maka mengetahui Ia Allah akan Zat-Nya Allah dan segala sifat-Nya Allah dengan sifat ilmu-Nya Allah. Dan mengetahui Ia Allah akan segala yang maujud/ yang ada, tiap-tiap nya yang ada dan segala yang tiada, tiap-tiap nya yang tiada dengan sifat ilmu-Nya Allah. Dan mengetahui Ia Allah akan segala yang mustahil dengan makna bahwa sesungguh-Nya Allah itu mengetahui Ia Allah akan bahwa sungguh sekutu itu mustahil di atas-Nya Allah ta'ala. Dan mengetahui Ia Allah akan bahwa sesungguhnya keadaan itu jikalau diperdapatkan akan nya sekutu niscaya sungguh terjadi di atasnya demikian (terdapat sekutu) oleh kerusakan. Maha sucilah Allah dari pada sekutu dan Maha Tinggi Ia Allah akan sebagai tinggi yang maha besar. Dan Sabit baginya sifat ilmu itu ta'alluk tanjizi yang qadim semata-mata.


Maka bermula Allah ta'aala itu mengetahui Ia Allah akan ini segala yang telah disebutkan pada Azali, akan sebagai mengetahui yang sempurna, bukan di atas jalan dugaan dan bukan pula di atas jalan ragu-ragu, karena bahwa sungguh dugaan dan ragu-ragu itu mustahil keduanya di atas-Nya Allah ta'aala.

Dan bermula makna perkataan mereka para Ulama: "dari pada tiada dodahului tersembunyi" itu bahwa sesungguhnya Allah ta'aala itu mengetahui Ia Allah akan segala perkara pada Azali dan tiadalah Allah ta'aala itu ada ia Allah itu jahil Ia Allah akannya segala sesuatu, kemudian barulah mengetahui Ia Allah akannya sesuatu. Maha sucilah Allah subhana wa ta'aala dari demikian kejahilan 

Dan bermula makhluk yang baharu itu niscaya maka jahil/ tidak mengetahui ia makhluk yang baharu akan sesuatu kemudian mengetahui ia makhluk yang baharu akannya sesuatu. Dan tiadalah bagi sifat ilmu itu "ta'alluk suluhi", dengan makna bahwa sesungguhnya sifat ilmu itu yang menentukan bagi bahwa terbuka dengannya sifat ilmu akan dimikian sesuatu, karena bahwa sesungguhnya demikian keadaan itu menghendaki ia demikian keadaan akan bahwa sungguh demikian sesuatu itu tidak terbuka ia demikian sesuatu dengan secara langsung. Dan bermula tiada terbukanya sesuatu dengan secara langsung itu kebodohan. Maha sucilah Allah ta'aala dari padanya kebodohan.


Barmula sifat yang ke sepuluh yang wajib bagi-Nya Allah ta'aala itu sifat hayah/ maha hidup.

Dan bermula dia sifat Hayah/Maha hidup itu suatu sifat yang men-sah-kan ia sifat bagi man/seseorang yang berdiri dengannya seseorang oleh sifat idrak, seperti sifat ilmu dan sama' dan bashar, artinya sahlah bahwa bersifat ia seseorang dengan demikian sifat ilmu, sama' dan bashar. Dan tidak melazimi dari pada sifat hayah oleh bersifat dengan sifat-sifat idrah dengan secara langsung. Dan bermula dia sifat hayah itu berperan ia sifat hayah dengan sesuatu apapun itu (yaitu) yang maujud/ yang sudah ada dan yang ma'dum/ yang tiada.


Dan bermula dalil di atas wajib sifat qudrah dan iradah dan ilmu dan hayah itu ada ini semua makhluk, karena bahwa sesungguhnya keadaan itu jikalau ternafi/ tiadalah sesuatu saja dari ini empat sifat niscaya tidak didapati akan satu makhluk pun. Maka manakala didapati akan semua makhluk niscaya kita ketahui akan bahwa sungguh Allah ta'aala itu yang bersifat dengan ini sifat-sifat.

Dan bermula segi ketergantungan adanya ini semua makhluk di atas ini empat sifat itu bahwa sungguh seseorang alladzi yang melakukan ia seseorang akan segala sesuatu itu tidak akan bisa melakukan ia seseorang akannya sesuatu kecuali apabila ada ia seseorang itu yang mengetahui dengan perbuatan tersebut, kemudian menghendaki ia seseorang akan urusan alladzi yang melakukan ia seseorang akannya urusan, dan sesudah menghendakinya urusan, melaksanakan ia seseorang akan perbuatannya seseorang dengan sifat kuasanya seseorang.


Dan sabit sebagian dari pada yang dimaklumi itu bahwa sungguh pelaku perbuatan itu tidak boleh tidak/ mestilah bahwa ada ia pelaku perbuatan itu yang hidup. Dan bermula sifat ilmu dan iradah dan qudrah itu dinamakan akannya sifat-sifat tersebut akan sifat-sifat taksir/ memberi pengaruh, karena berketergantungan suatu pengaruh di atasnya sifat-sifat, karena bahwa sungguh seseorang alladzi yang menghendaki ia seseorang akan segala sesuatu dan mengkasad ia seseorang akannya sesuatu itu mestilah bahwa ada ia seseorang itu yang mengetahui dengannya sesuatu sebelum mengkasadnya seseorang baginya sesuatu, kemudian sesudah mengkasadnya seseorang baginya sesuatu, melaksanakan ia seseorang akan perbuatannya seseorang.

Sebagai contoh, Apabila ada sesuatu itu sabit di dalam rumah engkau dan engkau menghendaki akan mengambilnya sesuatu, niscaya maka bermula mengetahui engkau itu yang mendahului di atas kehendak engkau untuk mengambilnya sesuatu. Dan sesudah menghendaki engkau akan mengambilnya sesuatu, engkau ambil akannya sesuatu dengan secara langsung.


Maka bermula peranan ini semua sifat itu sabit di atas berurutan pada hak makhluk yang baharu. Maka pada awal-awal didapati akan sifat ilmu/ pengetahuan dengan sesuatu kemudian mengkasad/ menghendaki ia seseorang akannya sesuatu kemudian melakukan ia seseorang akannya sesuatu. Dan adapun pada hak-Nya Allah ta'aala itu tiada jenis urutan pada sifat-sifat-Nya Allah kecuali pada peranan. Maka pada awal-awal berperan ia sifat-sifat bahwa sungguh sifat ilmu/ mengetahui itu yang mendahului, kemudian sifat iradah, kemufian sifat qudrah.

Adapun pada memberi pengaruh dan pada kenyataan niscaya maka tiada jenis tertib/ urutan pada sifat-sifat-Nya Allah ta'aala. Maka tidak dikatakan akan: "Berperanlah sifat ilmu dengan secara langsung kemudian sifat iradah kemudian sifat qudrah, karena bagwa sungguh ini urutan itu sabit pada hak makhluk yang baharu. Dan hanyasanya bermula urutan itu sabit dengan sekira-kira peranan kita semata-mata.


Dan sabit seperti demikian itu berperan sifat bashar dengan suara-suara karena bahwa sungguh semua suara itu didengar akannya semua suara semata-mata. Kita menjawab: "Wajib di atas kita oleh beriman dengan bahwa sungguh keduanya sifat sama' dan bashar itu berperan keduanya dengan tiap-tiap yang ada.

Dan adapun bermula tatacara berperan (sifat sama') itu jahil/ tidak diketahui bagi kita. Maka bermula Allah ta'aala itu mendengar Ia Allah akan zat Zaid dan tidak kita ketahui akan tatacara berperan mendengar dengannya zat.
Dan bukanlah maksud itu bahwa sesungguh-Nya Allah itu mendengar Ia Allah akan berjalan zat si Zaid, karena bahwa sungguh mendengar jalannya Zaid itu termasuk pada mendengar suara-suara. Dan bermula Allah ta'aala itu mendengar Ia Allah akan suara-suara tiap-tiap nya suara.

Akan tetapi bermula maksud itu bahwa sesungguh-Nya Allah itu mendengar Ia Allah akan zat si Zaid dan jussahnya/ tubuhnya Zaid, terlebih lagi di atas berjalannya zaid, sebagai contoh. Akan tetapi tidak kita ketahui akan tatacara berperan mendengar Allah ta'aala dengan diri zat-zat.

Dan bermula ini dalil itu ma/ penjelasan yang dibebankan dengannya penjelasan akan seseorang, (baik) dari laki-laki dan perempuan. Dan sabit (hanya) dengan Allah itu taufiq. Dan bermula dalil di atas sifat sama' dan bashar itu firman-Nya Allah ta'aala: "Bahwa sungguh Allah itu yang Maha mendengar lagi Maha melihat".


Dan ketahuilah olehmu akan bahwa sungguh peranan sifat sama' dan bashar dengan mengkaitkan bagi segala makhluk yang baharu itu ta'aaluk suluhi yang qadim sebelum adanya makhluk yang baharu, dan  saat sesudah adanya makhluk yang baharu itu ta'aaluk tanjizi yang hadits. Artinya bahwa sesungguhnya makhluk yang baharu sesudah adanya makhluk yang baru itu yang terbuka jelas bagi-Nya Allah ta'ala dengan sifat sama-Nya Allah ta'ala dan sifat bashar-Nya Allah ta'ala, terlebih lagi di atas terbuka jelas dengan sifat ilmu. Maka Sabit bagi keduanya sifat sama' dan bashar itu dua peranan.

Dan Adapun (bermula berperan sifat sama' dan Bashar) dengan menghubungkan bagi-Nya Allah ta'ala dan sifat-sifatn-Nya Allah itu niscaya maka (bermula dia ta'aaluk) itu ta'aaluk tanjizi yang qadim, dengan makna bahwa sesungguhnya zat-Nya Allah ta'ala dan sifat-sifat-Nya Allah itu yang terbuka jelas bagi-Nya Allah ta'ala pada Azali dengan sifat sama'-Nya Allah dan sifat bashar-Nya Allah.

Maka mendengar Ia Allah Ta'ala akan zat-Nya Allah dan akan sekalian sifat-sifat-Nya Allah yang wujud (yaitu) dari pada sifat Qudrah dan sifat sama' dan selain keduanya sifat qudrah dan sama', dan tidak kita ketahui akan Bagaimana cara berperan. Dan melihat Ia Allah Ta'ala akan zat-Nya Allah dan sifat sifat-Nya Allah yang wujud (yaitu) dari pada sifat qudrah dan basar dan selain keduanya qudrah dan bashar, dan tidak kita ketahui akan Bagaimana cara berperan.

Dan bermula Ma/ penjelasan yang telah terdahulu (yaitu) Bahwa sungguh sifat sama' dan bashar itu berperanlah keduanya sifat dengan tiap-tiap yang maujud/ yang ada, dia penjelasan itu pendapat Imam Sanusi dan pendapat Man/ orang-orang yang mengikuti ia orang-orang akan Imam Sanusi. Dan bermula dia pendapat itu yang dianggap kuat.

Dan dikatakan bahwa sungguh sifat mendengar itu tidak berperan ia sifat mendengar kecuali dengan suara-suara. Dan bahwa sesungguhnya sifat melihat itu tidak berperan ia sifat melihat kecuali dengan yang dapat dilihat. Dan bermula sifat mendengar Allah ta'ala itu tiada ia sifat mendengar Allah itu Sabit dengan telinga dan tiada dengan anak telinga. Dan bermula sifat melihat-Nya Allah itu tiada ia sifat melihat itu Sabit dengan dua bola mata dan tiada dengan 2 pelupuk mata. Maha Suci Ia Allah dan Maha Tinggi Ia Allah dari pada demikian telinga dan mata, hal keadaan Allah itu yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.

 
Bermula sifat yang ke-13 dari pada sifat-Nya Allah ta'ala itu kalam/ maha berkata-kata.

Dan bermula dia kalam itu sifat yang qadim yang berdiri dengan zat-Nya Allah ta'ala yang tiada ia sifat itu berhuruf dan tidak bersuara, yang bersih ia sifat dari pada terdahulu dan tertakhir dan bersih dari pada i'rab dan Bina, dengan sebalik kalam semua makhluk yang baharu.

Dan tiadalah maksud dengan sifat kalam-Nya Allah ta'ala yang wajib bagi-Nya Allah ta'ala itu lafadz lafadz Alquran yang mulia yang diturunkan di atas Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, karena bahwa sungguh ini lafadz lafadz al-quran itu sesuatu yang baharu. Dan bermula sifat kalam yang berdiri dengan zat-Nya Allah ta'ala itu sifat yang qadim.

Dan bermula ini lafadz-lafadz Alquran yang mulia itu mencakupi diatas terdahulu dan tertakhir dan mencakupi diatasi i'rab dan Surah dan Ayat. Dan bermula sifat kalam yang qadim itu yang sunyi dari pada sekalian demikian tiap-tiap.

Maka tiadalah padanya sifat kalam Allah itu ayat dan tiada surat-surat dan tiada i'rab karena bahwa sungguh ini tiap-tiap itu ada ia tiap-tiap itu Sabit bagi kalam yang mencakupi di atas huruf dan suara. Padahal bermula sifat kalam yang qadim itu bersih ia sifat kalam dari pada huruf dan suara sebagaimana ma/ penjelasan yang telah terdahulu ia penjelasan.

Dan tiadalah ini lafadz-lafadz Al-Quran Yang Mulia Itu yang menunjuki di atas sifat kalam yang qadim, dengan makna bahwa sungguh sifat kalam yang qadim itu difahamkan akannya sifat kalam dari padanya lafadz lafadz al-quran yang mulia.

Akan tetapi bermula ma/ makna yang dipahamkan akannya makna dari pada ini lafadz-lafadz itu sama bagi Ma/ makna yang dipahamkan dari pada sifat yang qadim yang jikalau dibukakan dari pada kita akan hijab/ penghalang dan kita mendengar akannya sifat kalam. Maka bermula kesimpulannya demikian pembahasan itu bahwa sungguh lafadz-lafadz Alquran ini  menunjuki ia lafadz diatas makna.

Dan bermula ini makna itu yang menyamai bagai ma/ pemahaman yang dipahamkan akannya pemahaman dari pada kalam Allah yang qadim yang berdiri di di Zat-Nya Allah ta'ala. Maka waspadalah olehmu di atas ini perbedaan karena bahwa sesungguhnya perbedaan itu tersalah padanya perbedaan oleh Kebanyakan orang.

Dan dinamakan akan tiap-tiap dari pada sifat Allah Yang qadim dan dari pada lafadz lafadz al-quran yang mulia akan nama Quran dan akan kalam Allah, kecuali bahwa sungguh lafadz-lafadz yang mulia itu makhluk yang dituliskan di Lauhul Mahfudz

Yang diturunkan dengannya lafadz-lafadz yang mulia akan Malaikat Jibril Alaihissalam di atas Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sesudah bahwa diturunkan akan nya lafadz-lafadz pada malam lailatul qadar di Baitul Izzah (yaitu) suatu tempat di langit dunia, yang dituliskan akannya lafadz-lafadz dalam sebuah suhuf/ lembaran dan diletakkan akannya lafadz-lafadz Al-quran yang mulia padanya baitil Izzah.

Dan dikatakan ulama: Diturunkan akannya lafadz-lafadz yang mulia di Baitul 'Izzah akan penyerahan yang satu kali kemudian diturunkan akannya lafadz-lafadz di atasnya Nabi SAW dalam 20 tahun.
Dan dikatakan ulama: (diturunkan) dalam 23 tahun. Dan dikatakan ulama: Dalam 25 tahun . Dan dikatakan ulama: Adalah Al-Quran itu diturunkan akannya Al-Quran di Baitul 'Izzah pada Lailatul Qadar dengan kadar ma/ ayat yang diturunkan akannya ayat pada tiap-tiap tahun, dan tidak diturunkan akannya Al-Quran di Baitul 'Izzah akan penyerahan yang satu kali.

Dan bermula alladzi/ ayat yang diturunkan akannya ayat di atasnya Nabi SAW...


...itu lafadz dan makna.
Dan dikatakan (ulama): Diturunkan di atasnya Nabi akan makna saja. Dan berselisihlah para ulama yang berpendapat dengan ini pendapat. Maka berkatalah sebagian mereka ulama: Mengibarat oleh Nabi Saw dari makna Al-Qur'an dengan lafadz-lafadz dari sisinya Nabi sendiri. Dan dikatakan (ulama): Bermula alladzi/orang yang mengibarat ia alladzi/seseorang dari padanya makna itu malaikat Jibril 'alaihissalam.

Dan bermula tahqiq/ kebenarannya itu bahwa sesungguhnya lafadz-lafadz Al-Qur'an itu di turunkan akannya lafadz Al-Qur'an halkeadaan lafadz dan makna.
Dan dengan keseluruhan khilaf pendapat, maka bermula sifat kalam yang berdiri dengan Zat-Nya allah ta'aala itu sifat yang qadim yang tiada ia sifat itu berhuruf dan tidak bersuara.
Dan mempersoalkan oleh kaum mu'tazilah akan ada kalam dari pada tanpa berhuruf dan tanpa bersuara.

Maka menjawab oleh Ahli sunnah wal jama'ah dengan bahwa sungguh kata hati itu kalam/perkataan yang berbicara dengannya kalam oleh seseorang dalam hatinya seseorang dari pada tanpa berhuruf dan tanpa bersuara. Maka sungguh sudah didapati akan kalam dari pada tanpa berhuruf dan tanpa bersuara.

Dan bukanlah maksud Ahli Sunnah wal Jama'ah itu menyerupakan sifat kalam-Nya Allah ta'aala dengan kata hati, karena bahwa sungguh kalam-Nya Allah ta'aala itu sifat yang qadim dan bermuka kata hayi itu sesuatu yang baharu,
Akan tetapi bermula maksud mereka ahli sunnah itu menolak di atas mu'tazilah pada pendapat mereka; tidak didapati akan satu kalam pun dari pada tanpa berhuruf dan tanpa bersuara.

Dan bermula dalil wajib sifat kalam bagi-Nya Allah ta'ala itu Firman-Nya Allah ta'ala: {dan berkalam/ berkata-kata lah Allah akan Nabi Musa akan sebagai berkata-kata} Q.S An-Nisa; 164. Maka sungguh menyebutkan Ia Allah bagi diri-Nya Allah akan kala/ berkata-kata.
Dan bermula sifat kalam itu berperan ia sifat kalam dengan Ma/ perkara yang berperan dengannya ma/ perkara oleh sifat ilmu (yaitu) dari pada perkara yang wajib/ mesti dan perkara yang jaiz/ harus dan perkara yang mustahil.

Akan tetapi bermula peranan sifat ilmu dengannya tiap-tiap wajib Jaiz dan mustahil itu ta'alluk inkisyaf/ peranan membuka secara jelas, dengan makna bahwa sesungguhnya tiap-tiap itu terbuka jelas bagi-Nya Allah ta'ala dengan sifat ilmu-Nya Allah ta'aala. Dan bermula peranan sifat kalam dengannya tiap-tiap itu ta'alluk dalalah/ peranan menunjuki, dengan makna bahwa sesungguhnya keadaan itu jikalau dibukakan dari pada kita akan hijab/ penghalang dan kita dapat mendengar akan sifat kalam yang qadim, niscaya sungguh kita dapat memahami akan nya tiap-tiap wajib Jaiz dan mustahil dari padanya sifat kalam.

Kunjungi terjemahan kitab yang lain di Daftar Isi>>
Terimakasih... Salam santri Indonesia 😃

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama