Yuk...Gabung ke Grup Whatshap kami untuk leluasa berkonsultasi kitab kuning. Klik link berikut ini: Kitabkuning90 (Inan.id)
Perhatian:
Mohon maaf bila laman ini tidak bisa dibuka, mungkin gangguan jaringan. Coba ganti buka menggunakan google chrome agar hasil lebih maksimal.
Terimakasih... jangan lupa dibagikan ke teman - teman yang lain untuk memudahkan belajar. Kiranya berbagi kebaikan juga bisa menjadi sebagian dari amal jariah kita kelak.
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih Ia Allah lagi maha penyayang Ia Allah
Bermula segala puji itu tsabit bagi Allah yang terasing Ia Allah dengan menjadikan, dan Bermula rahmat dan sejahtera itu tsabit di atas penghulu kita yaitu Nabi Muhammad yaitu sebaik-baik hamba dan rahmat dan sejahtera pula itu tsabit di atas keluarganya Nabi Muhammad, dan diatas para sahabatnya Nabi Muhammad yang memiliki Kebagusan dan petunjuk.
Dan sesudahnya basmalah, pujian, selawat dan salam, niscaya maka berkatalah seorang hamba yang fakir/butuh kepada Rahmat Tuhannya (hamba) yang Maha Tinggi Ia Tuhan, yaitu Muhammad bin Syafi'i Al-Fadhali As Syafi'i: sungguh meminta akan saya oleh sebagian saudara-saudara akan bahwa saya susun akan sebuah Risalah pada ilmu tauhid,
Maka saya penuhi akannya permintaan kepada demikian menyusun risalah, hal keadaan saya itu mengkasad akan seumpama Al-'allamah Syekh As-Sanusi pada uraian kitab Ummul Barohin, ketiadaan bahwa Sungguh saya itu saya datangkan dengan dalil di sisi Madlul/pembahasan dan aku tambah akanya dalil, Karena untuk memperjelas, karena mengetahui saya dengan lemah ini penuntut.
Maka saya datang kan dengan memuji Allah ta'ala, akan sebuah risalah yang memberi faedah dan tsabit bagi uraian ma/pembahasan yang ada ia Ma/pembahasan dalamnya risalah itu yang bagus, dan aku namai akannya risalah akan kifayatul awam/ kebutuhan orang awam pada ma/permasalahan yang wajib Iya Ma/permasalahan diatas mereka orang awam dari pada ilmu kalam/tauhid.
Dan akan Allah ta'ala saya meminta akan bahwa memberi manfaat Ia Allah dengannya risalah dan bermula Dia Allah itu cukup/memada saya dan Dia Allah itu sebaik-baik Tempat bertawakal.
Ketahui olehmu bahwa sesungguhnya keadaan itu wajib atas setiap muslim oleh bahwa mengetahui ia muslim akan 50 aqidah, dan bermula tiap-tiap aqidah itu wajib di atasnya muslim oleh bahwa mengetahui ia Muslim baginya aqidah akan dalil yang global/ umum atau yang terperinci.
Berkatalah sebahagian mereka ulama: Disyaratkan akan bahwa mengetahui Ia seorang muslim akan dalil yang terperinci, akan tetapi bermula jumhur/ kebanyakan ulama itu di atas pendapat bahwa sesungguhnya keadaan itu cukuplah dalil yang umum/ Global bagi tiap-tiap aqidah dari pada ini 50 aqidah.
Terjemahan kitab matan sulam almunawraq makna pesantren dayah aceh lengkap, di sini.
Dan bermula dalil yang terperinci itu bermula umpamanya dalil yang terperinci, apabila ditanya kan orang; bermula Apa itu dalil di atas ada-Nya Allah ta'ala?, itu bahwa dikatakan orang; bermula dalil ada Allah itu ini makhluk.
Maka berkata lagi baginya seseorang oleh orang yang bertanya; bermula segala makhluk itu menunjuki ia makhluk di atas ada Allah ta'ala dari segi mungkinnya makhluk atau dari segi adanya makhluk sesudah tiada?, maka menjawab ia seseorang akannya pertanyaan.
Dan Adapun apabila tidak menjawab ia seseorang akannya pertanyaan, akan tetapi menjawab ia seseorang baginya orang yang bertanya akan: ini makhluk saja, dan tidak mengetahui ia seseorang dari segi mungkinnya makhluk atau adanya makhluk sesudah Tiada, maka dikatakan orang baginya jawaban: bermula demikian jawaban itu dalil ijmali/ global, dan bermula dia dalil ijmali itu yang memadai di sisi mayoritas ulama.
Adapun Bermula taqlid dan bermula dia taklid itu bahwa mengetahui ia seseorang akan segala aqidah yang 50 dan tidak mengetahui ia seseorang baginya aqidah akan dalil yang global/ umum atau dalil yang yang rinci, itu niscaya maka berselisihlah para ulama padanya taqlid.
Download kitab Hasyiyah baijuri Ala Kifayatul awam, kitab syarahan Kifayatul awam, di sini
Maka berkatalah sebagian mereka ulama: tidak memadai lah taqlid dan bermula orang yang taqlid/ ikut-ikutan itu kafir.
Dan berpendapat kepadanya pendapat oleh Ibnul Arabi dan Imam Sanusi dan memperpanjang pembahasan ia Imam Sanusi dalam kitab syarah Al Kubra pada menolak di atas Man/ seseorang yang berpendapat ia seseorang dengan cukup lah taqlid.
Akan tetapi dikutip orang akan bahwa sungguh Imam Sanusi itu membalik ia Imam Sanusi daripada demikian pendapat, dan berkata ia Imam Sanusi dengan cukuplah taklid, akan tetapi tidak kami lihat dalam kitab-kitab nya Imam Sanusi kecuali pendapat dengan tidak cukupnya taqlid.
Ketahuilah olehmu akan bahwa sungguh memahami aqidah yang 50 yang selagi akan datang itu berketergantungan ia memahami di atas urusan yang tiga, yaitu wajib dan mustahil dan jaiz.
Maka bermula wajib, dia wajib itu alladzi/ sesuatu yang tidak terbayang pada akal oleh tiadanya sesuatu, seperti menempati bagi sebuah benda, artinya mengambilnya benda akan kadar dari pada kekosongan. Dan bermula jirim/ benda itu Sabit seperti pohon kayu dan batu.
Maka apabila berkata bagi engkau oleh seseorang: "Bahwa sungguh pohon kayu itu tidak mengambil ia pohon akan tempat dari pada bumi", sebagai perumpamaan, niscaya tidak dibenarkan oleh akal engkau dengan demikian perkataan, karena bahwa sungguh mengambilnya pohon akan tempat itu wajib/ mesti, yang tidak dibenarkan oleh akal dengan ketiadaannya mengambil tempat.
Terjemahan Kitab Matan Al-Rahbiyah Ilmu Faraid lengkap dengan referensi syarahannya di sini
Dan bermula mustahil, dia mustahil itu alladzi/ sesuatu yang tidak terbayang pada akal oleh adanya sesuatu, artinya tidak dibenarkan oleh akal dengan adanya sesuatu.
Maka apabila berkatalah orang yang berkata: "Bahwa sungguh tubuh Si Fulan itu sunyi ia tubuh dari pada bergerak dan diam hal keadaan bersamaan, niscaya tidak dibenarkan oleh akal engkau dengan demikian perkataan, karena bahwa sungguh Sunyinya tubuh dari pada bergerak dan diam itu mustahil, yang tidak dibenarkan oleh akal dengan terjadinya demikian sunyi dan adanya demikian sunyi.
Dan bermula Jaiz dia Jaiz itu alladzi/ sesuatu yang dibenarkan oleh akal dengan adanya sesuatu pada satu kali dan dibenarkan dengan tiadanya sesuatu pada kali yang lain, seperti ada anak bagi Zaid. Maka apabila berkatalah orang yang berkata: "bahwa sesungguhnya Zaid itu Sabit baginya Zaid itu anak", niscaya mengharuskan oleh akal engkau akan benar demikian ada anak.
Dan apabila berkata iya seseorang: "bahwa sungguh Zaid itu tiada jenis anak baginya Zaid", niscaya mengharuskan oleh akal engkau akan membenarkan demikian perkataan, karena Bermula ada anak bagi Zaid dan tiadanya anak, itu Jaiz/ sesuatu yang harus, yang dibenarkan oleh akal dengan adanya demikian perkara dan tiadanya demikian perkara.
Maka bermula ini pembagian yang 3 itu berketergantungan di atasnya ini tiga pembagian oleh memahami akidah-akidah, maka adalah ini 3 itu wajib di atas tiap-tiap mukallaf dari laki-laki dan perempuan, karena bahwa sungguh Ma/ sesuatu yang berketergantungan diatasnya sesuatu oleh wajib niscaya ada ia Ma/ sesuatu itu wajib.
Bahkan berkatalah Imam Al Haramain akan: "bahwa sungguh memahami ini 3 hukum dia 3 hukum itu diri akal, maka bermula Man/ seseorang yang tidak mengetahui ia Man/ seseorang akannya tiga hukum, artinya tidak mengetahui ia Man/seseorang akan makna wajib dan makna mustahil dan makna Jaiz, niscaya maka tiada ia Man/ seseorang itu orang yang berakal.
Maka apabila dikatakan orang di sini: "Bermula qudrah/ kuasa itu wajib/ mesti bagi Allah, niscaya adalah makna itu bermula kuasa bagi Allah itu tidak dibenarkan oleh akal dengan tidak adanya kuasa, karena bahwa sungguh wajib/ mesti dia wajib itu alladzi/ sesuatu yang tidak dibenarkan oleh akal dengan tiadanya sesuatu sebagaimana yang telah terdahulu.
Dan Adapun bermula wajib dengan makna: ma/perbuatan yang diberikan pahala akannya seseorang di atas melakukannya perbuatan dan disiksakan akannya seseorang di atas meninggalkannya perbuatan, niscaya maka bermula dia makna itu makna yang lain, yang tiada ia makna itu yang dimaksudkan dalam ilmu tauhid. Maka jangan samar-samar di atas engkau oleh urusan.
Namun demikian jikalau dikatakan orang: wajib di atas mukallaf oleh meyakini sifat qudrah/kuasa bagi Allah ta'ala, niscaya adalah makna itu diberikan pahala akannya mukallaf di atas demikian keyakinan dan disiksa kan akannya mukallaf diatas meninggalkan demikian keyakinan.
Maka bedakanlah olehmu di antara bahwa dikatakan orang: bermula mengi'tiqad/ meyakini demikian perkara itu wajib, dan diantara bahwa dikatakan orang bermula sifat ilmu/mengetahui sebagai contoh, itu wajib. karena sesungguhnya keadaan itu apabila dikatakan orang bermula mengetahui itu wajib bagi Allah ta'ala niscaya adalah makna itu bahwa sungguh sifat mengetahui Allah ta'ala itu tidak dibenarkan oleh akal dengan tiadanya sifat ilmu.
Dan Adapun apabila dikatakan orang bermula mengi'tiqad/meyakini sifat ilmu itu wajib, niscaya adalah makna itu diberikan pahala akannya seseorang jika meyakini ia Seorang akan demikian wajib sifat ilmu dan disiksa akannya seseorang jika tidak meyakini ia seseorang.
Maka peliharalah olehmu di atas perbedaan di antara keduanya makna wajib, dan jangan jadilah engkau itu tsabit sebagian dari pada Man/orang yang bertaqlid ia seseorang pada segala i'tiqad agama.
Berkatalah Imam As-Sanusi: Tiadalah keadaan itu adalah seseorang itu Mukmin apabila berkata iya seseorang, bermula aku itu yang meyakini dengan segala i'tiqad, dan jikalau dipotong-potong akan aku akan sebagai potongan-potongan, niscaya tidak aku kembali dari keyakinanku ini. Bahkan tidak ada iya seseorang itu beriman sehingga mengetahui ia seseorang akan tiap-tiap aqidah dari pada ini 50 aqidah dengan dalilnya tiap-tiap aqidah.
Dan bermula mendahulukan ini ilmu tauhid itu wajib, sebagaimana ma/ penjelasan yang difahamkan akan nya penjelasan dari pada kitab "syarah Al-'aqaid", karena bahwa sesungguhnya Syekh Saad Al taftazani itu menjadikan ia Syekh akannya ini ilmu akan dasar yang dibangunkan di atasnya ini ilmu akan selainnya ini ilmu.
Maka tidak sah lah hukum dengan berwudhu seseorang atau shalatnya seseorang, kecuali apabila ada ia seseorang itu yang mengetahui dengan ini segala aqidah atau itu yang meyakini ia seseorang dengan nya ini akidah, berdasarkan diatas khilaf pendapat pada demikian mengetahui atau meyakini.
Dan apabila dikatakan orang bermula sifat lemah itu mustahil di atas-Nya Allah ta'ala, niscaya adalah makna itu bahwa sungguh sifat lemah itu tidak dibenarkan oleh akal dengan terjadinya sifat lemah bagi Allah ta'ala dan tidak dibenarkan adanya sifat lemah. Dan demikian pula dikatakan pada yang tersisa dari segala sifat yang mustahil.
Dan apabila dikatakan orang: "Memberi rezeki oleh Allah akan si Zaid dengan satu Dinar", dikatakan orang: "bermula demikian pemberian Rizki itu harus", niscaya adalah makna itu bahwa sungguh demikian pemberian rezeki itu dibenarkan oleh akal dengan adanya pemberian rezeki pada saat satu kali dan dibenarkan dengan ketiadaannya pemberian rezeki pada saat kali yang lain. Selanjutnya>>
Kunjungi terjemahan kitab yang lain di Daftar Isi>>
Sekian... salam santri Indonesia 😅