Terjemahan Kitab Khamsatun Mutun | Matan Jauharah At-Tauhid - Makna Dayah Aceh | Sifat-Sifat Yang Wajib Bagi Allah - Nazham Ke 23 s/d 36 (Kitabkuning90)

SIFAT-SIFAT YANG WAJIB BAGI ALLAH
Terjemahan Kitab Matan Jauharah At-Tauhid - Makna Dayah Aceh | Sifat-Sifat Yang Wajib Bagi Allah
Kitab Jauharah Tauhid
Sifat-sifat yang wajib bagi Allah terbagi empat: Nafsiyyiah, Salbiyyah, Ma‘anî dan ma‘nawiyyah.
1. Sifat Nafsiyyah
صفة نفسية: صفة ثبوتية يدل الوصف بها على نفس الذات دون معنى زائد عليها
"Sifat yang menunjuki kepada diri zat bukan kepada makna yang selain zat"
Yang termasuk dalam pembahagian ini adalah wujud.
2. Sifat Salbiyyah
صفة سلبية: صفة دلت على سلب ما لا يليق بالله
"Sifat yang berfaedah untuk menafikan sesuatu yang tidak layak bagi Allah".
Yang termasuk dalam pembahagian ini adalah : Qidam, Baqa, Mukhalafat lil hawadith, Qiyamumu bi nafsih dan wahdaniah.
3. Sifat Ma‘anî
صفة معانى: صفة قائمة بموصوف موجيبة له حكما
"Sifat yang terdapat pada zat yang melazimi kepada hukum".
Yang termasuk dalam sifat ini adalah: Qudrah, Iradah, ‘Ilmu, ¦ayat, Sama‘, Ba¡ar dan Kalâm.
4. Sifat Ma‘nawiyyah
صفة معنوية: صفة واجبة للذات ما دامت الذات معللة بعلة
"Sifat yang wajib pada zat selama masih ada ‘illat".
Yang termasuk dalam pembahagian ini adalah: Qâdirun, Murîdun, ‘Alîmun, Hayyun, Samî‘un, Ba¡îrun dan Mutakallimun. Sumber:Kitabkuning90.blogspot.com


فَوَاجِبُ لَهُ الْوُجُوْدُ وَالْقِدَمْ    كَذَا بَقَاءُ لاَ يُشَابُ بِالْعَـدَمْ
"Maka (Bermula) sifat yang wājib bagi-Nya (Allah) (itu) wujud dan (itu) sedia, (tsābit) seperti demikian (sifat yang wājib) (itu) kekal yang tidak bercampur([1]) (akannya kekal) dengan tiada”.
وَأَنَّهُ لِمَـا يَنَـالُ الْعَـدَمُ    مُخَالِفٌ بُرْهَانُ  هَذَا الْقِـدَمُ
“Dan (bermula sifat yang wājib lagi) (itu) bahwa sesungguh-Nya (Allah) bagi ma/sesuatu yang dicapai oleh tiada (itu) berbeda (Dia Allah). (Bermula) dalil ini (sifat mukhālafah li al-hawādits) (itu) (dalil)([2]) sedia".

([1])Yusyābu” bermakna “yakhluthu”=bercampur, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.39)
([2]) Ditaqdirkan  mudhāf  yaitu “dalīl”, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.40)

Maksud dengan wujud adalah wujud zatî (wujud dengan sendiri-Nya). Maksud dengan qidam adalah tiada awal pada wujud-Nya. Maksud dengan baqâ adalah tiada akhir pada wujud-Nya. Dan maksud dengan mukhâlafat lil hawâdith adalah Allah berlainan dengan sekalian makhluk dalam bentuk apapun (pada zat, sifat dan perbuatan).

قِيَامُـهُ بِالنَفْسِ وَحْدَانِيَّـةْ    مُنَـزَّهًا أَوْصَـافُهُ سَنِيَّـةْ
"(Bermula sifat yang wājib bagi Allah lagi) (itu) berdiri-Nya (Allah) dengan sendiri dan (itu) maha esa, (hal keadaan-Nya (Allah) itu) yang maha bersih lagi yang maha suci(lah) sifat-sifat Nya (Allah)”,
عَنْ ضِدٍّ أَوْشِبْهٍ شَرِيْكٍ مُطْلَقَا    وَوَالِدُ كَذَا الْوَلَدُ وَالْلأَصدقاء
“(maha suci) Dari pada lawan dan([1]) (dari) keserupaan (dan dari) teman serikat, (hal keadaan tiap-tiap itu) secara muthlaq, dan (maha suci dari) ayah, (tsābit) seperti demikian (ayah)([2]) (itu) anak dan teman-teman".

([1])Au” bermakna “waw”=dan,  (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.42)
([2])Kadzā” adalah jumlah jar dan majrūr menjadi khabar muqaddam, dan musyār ilaihdzā” kembali kepada lafadz “wālid”=ayah, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.42)

Maksud berdiri sendiri dan adalah tidak berhajat kepada sesuatau apapun. Maksud esa adalah satu pada zat, sifat dan perbuatan. Sumber:Kitabkuning90.blogspot.com

وَقُـدْرَةٌ  اِرَادَةٌ  وَغَايَـرَتْ    أَمْرًا وَعِلْمًا وَالرِّضَا كَمَا ثَبَثْ
"Dan (bermula sifat yang wājib lagi) (itu) Kuasa dan Berkehendak. Dan berbeda (ia kehendak) (akan) perintah dan ilmu dan ridhā, sebagai mana ma/perbedaan([1]) yang sudah tetap (ia ma/perbedaan pada akal)”.
وَعِلْمُهُ وَلاَ يُقَالُ مُكْتَـسَبْ    فَاتْبَعْ سَبِيْلَ الْحَقِّ وَأطْرَحِ الرِّيَبْ
Dan (bermula sifat yang wājib bagi Allah lagi) (itu) maha mengetahui-Nya (Allah), dan jangan([2]) dikatakan: (bermula dia ilmu Allah) (itu) yang diusahakan (akannya ilmu), maka ikutilah (oleh mu) (akan) jalan kebenaran dan buanglah (oleh mu) (akan) keraguan ".

([1]) Yang dimaksud dengan “maushūl tersebut adalah “perbedaan”, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.46)
([2])Lanafī bermakna nahī, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.47)

Maksud qudrah adalah sifat yang memberi bekasan/efek pada menjadikan sesuatu yang mungkin dan meniadakannya. Maksud iradah adalah sifat yang menentukan sesuatu kepada salah satu dari dua kemungkinan.  Maksud berbeda antara iradah dengan amar, ilmu dan ridha adalah:
1. Sesuatu yang diiradah belum tentu diperintahkan, seperti berzina. Sesuatu yang diperintah belum tentu diiradahkan, seperti iman Abu jahal. Sumber:Kitabkuning90.blogspot.com
2. Iradah berbeda dengan ilmu di segi ta‘alluq, karena Iradah ta‘alluq kepada yang jaiz, sedangkan ilmu ta'alluq kepada yang wajib, mustahil dan jaiz.
3. Sesuatu yang diIradahkan belum tentu diridhai seperti diiradahkan kufur pada seseorang
4. Dan sesuatu yang di ridhai belum tentu diIradahkan sepert shalat.

حَيَـاتُهُ كَذَا الْكَلاَمُ السَّمْعُ    ثُمَّ الْبَصَرْ بِذِى أَتَانَا السَّمْـعُ
" (Bermula sifat yang wājib bagi Allah lagi) (itu) Maha Hidup-Nya (Allah), (dan tsābit) seperti ini (sifat yang wājib juga) (itu) Maha berkata-kata (dan) Maha mendengar kemudian Maha melihat. Dengan ini (tiga sifat yang akhir)([1]) telah datang (akan) kita oleh dalil yang didengarkan([2])".

([1]) Isim isyārah pada kata “bi dzī” mengisyarah kepada tiga sifat sebelumnya, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.50) Sumber:Kitabkuning90.blogspot.com
([2])Sam’i” bermakna “masmū’”=yang didengarkan, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.50) Dalil sam‘î adalah dalil-dalil yang berdasarkan Al-Qur’ân dan Hadis.

فَهَلْ لَهُ إِدْرَاكٌ أَوْلاَ خُلْفُ    وَعِنْدَ قَوْمٍ صَحَّ فِيْهِ الْوَقْفُ
"Maka adakah (tsābit) bagi-Nya (Allah) (itu) sifat Idrāk atau tidak ? (tsābit padanya masalah itu)([1]) selisih pendapat. Dan di sisi satu kaum dianggap sahih padanya (masalah idrāk) oleh berhenti/pending".

([1]) Kata “khulfu” di-I’rāb sebagai mubtadā muakhar, taqdirnya: “wa fī jawāb dzālika khulfu”=dan sabit pada jawaban demikian masalah itu khilaf pendapat, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.51)

إدراك: صفة قائمة بذاته تعالى يدرك بها الملموسات والمشمومات والمذوقات
"Sifat yang terdapat pada Allah yang dengan sifat tersebut dapat didapatkan sesuatu yang dirasakan panca indra". Sumber:Kitabkuning90.blogspot.com

حَيٌّ عَلِيْمٌ قَادِرٌ مُرِيْـدُ    سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ مَا يَشَا يُرِيْـدُ
"(Maka bermula Allah itu)([1]) Yang Maha hidup, dan Yang Maha mengetahui, dan Yang Maha kuasa, dan Yang Maha berkehendak, dan Yang Maha mendengar, dan Yang Maha melihat, (Bermula) ma/sesuatu yang diinginkan (Ia Allah) (itu niscaya) menghendaki (Ia Allah)”.
مُتَكَلِّمٌ ثُمَّ صِفَاتُ الذَّاتِ    لَيْسَتْ بِغَيْر أَوْ بِعَيْنِ الذَّاتِ
“(Dan Bermula Allah itu) yang maha berkata-kata, kemudian (Bermula) sifat-sifat Zat (itu) tiada (ia sifat Zat) (itu) selain([2]) (zat) dan (tiada juga ia sifat) (itu) diri Zat".

([1])Hayyun” dan semua sifat ma’nawiyyah sesudahnya di-I’rāb sebagai khabar bagi mubtadā yang sudah dibuang dan diiringi “fa” sebagi jawab dari syarat yang ditaqdir, asalnya yaitu: “wa  haitsu wajabat  lahu  fa huwa hayyun  ‘alīmun… ”=Sekira-kira wajiblah tiap-tiap sifat ma’ānī niscaya maka bermula Dia Allah itu yang maha hidup dan Dia Allah itu yang maha mengetahui…, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.52) Sumber:Kitabkuning90.blogspot.com
([2])Huruf “bi”  pada  kata  “bi ghairi”  dan “bi ‘aini” adalah huruf jar ziyadāh,  dan “ghairi” buang mudhaf ilaih yaitu “al-dzaāti”, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.54)

Al-Umûri (segala sesuatu) terbagi empat:
1. Mawjud.
التى وجدت فى الخارج بحيث ترى
"Sesuatu yang diperdapatkan pada kenyataan, seandainya dibuka hijab pasti nampak".
2. Ma‘dum.
التى ليس لها ثبوت أصلا 
"Sesuatu yang tidak pernah ada".
3. Hal.
التى لها ثبوت لكن لم تصل إلى درجة الموجود حتى ترى ولم تنحط إلى درجة المعدوم 
"Sesuatu yang ada, tetapi tidak sampai pada posisi mawjud (bisa dilihat jika dibuka hijab) dan bukan juga turun pada posisi ma‘dum (tidak ada sama sekali)".
4. I‘tibarî. I‘tibarî terbagi dua:
a. I‘tibarî intiza‘î yaitu sesuatu yang dii‘tibar dan belum pernah terjadi.
b. I‘tibarî ikhtira‘î yaitu sesuatu yang di‘itibar dan pernah terjadi.
Dari kata-kata Musannif ما يشاء يريدdapat dipahami bahwa antara masyiah dan Iradah Allah adalah sama. Dan lafadh او yang terdapat pada nazham di atas bermakna الواو karena terletak sesudah nâfi (ليست). Sumber:Kitabkuning90.blogspot.com

فَقُدْرَةٌ بِمُمْكِنٍ تَعَلَّقَتْ    بِلاَ تَنَاهِى مَابِهِ تَعَلَّـقَتْ
"Maka (Bermula) Sifat Qudrah/Maha kuasa dengan semua yang mungkin (itu) berperan (ia sifat Qudrah) dengan tiada batasan ma/sesuatu yang dengannya (ma/sesuatu) berperan (ia sifat Qudrah)".
تعلق: طلب الصفة أمرا زائدا على قيامها بالذات 
"Tuntutan sifat terhadap perkara yang lebih atas berdirinya dengan zat".
وَوَحْدَةً أَوْجِبْ لَهَا وَ مِثْلُ ذِىْ    اِرَادَةٌ وَالْعِلْـمُ لَكِنْ عَمَّ ذِىْ
"Dan (akan) Esa/tunggal, wājibkanlah (oleh mu) baginya (sifat qudrah) dan (Bermula) seumpama ini (sifat qudrah)([1]) (itu) sifat irādah dan ilmu, tetapi mengumumi (ia sifat ilmu) (akan) ini (yang mungkin)”-
وَعَمَّ أَيْضًا وَاجِبًا وَالْمُمْـتَنِعْ   وَمِثْـلُ ذَا كَلاَمُـهُ فَلْنَتَّـبِعْ
“dan mengumumi (ia sifat ilmu) pula (akan) yang wājib dan (akan) yang mustahil. Dan (Bermula) seumpama ini (sifat ilmu) (itu) sifat kalām-Nya (Allah), maka hendaklah kita ikuti".

([1]) Isim isyārah “dzī” mengisyārah kepada sifat qudrah, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.56).

Qudrah mempunyai persamaan dengan Iradah pada tiga perkara:
1. Ta‘alluq/berperannya hanya pada tiap-tiap yang mungkin.
2. Ta‘alluq dengan tiada terbatas. Sumber:Kitabkuning90.blogspot.com
3. Sama-sama merupakan sifat yang tunggal/esa (satu Qudrah, satu Iradah).

وَكُلُّ مَوْجُوْدٍ أَنِطْ لِلسَّمْعِ بِهْ    كَذَا الْبَصَرْ إِدْرَاكُهُ إِنْ قِيْلَ بِهْ
 "Dan (Bermula) tiap-tiap semua yang ada (itu) perankanlahlah([1]) (oleh mu) bagi sifat sama’ dengannya (semua yang ada), (tsābit) seperti demikian (sifat sama’) (itu) sifat Bashar dan sifat Idrāk-Nya (Allah), jika dikatakan orang dengan nya (ada sifat idrāk)”.
وغَيْرُ عِلْمٍ هَذِهِ كَـمَا ثَبَتْ    ثُمَّ  الْحَيَاةُ  مَا بِـشَيْ تَعَلَّقَـتْ
“Dan (Bermula) ini (sifat-sifat)([2]) (itu) bukan sifat ilmu, sebagaimana ma/perbedaan yang sudah tetap (ia ma/perbedaan), Kemudian (Bermula) sifat Hayāh/maha hidup (itu) tidak berperan (ia sifat hayāh) dengan sesuatu apapun".

([1])Anith” bermakna “’alliq” amar dari “ta’līq”=ta’alluq/berperan, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.57) Sumber:Kitabkuning90.blogspot.com
([2])Hādzihi” di-I’rāb sebagai mubtadā yang ditakhirkan, dan khabarnya adalah “ghairu ‘ilm”, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.58)
Maksud dari kata شيء adalah maknanya yang lughawî yaitu mencakup kepada sesuatu yang maujud dan ma‘dum, berbeda dengan makna istilahî yaitu khusus kepada sesuatu yang mawjûd.

Mohon perbaikan bila ada kekeliruan, kritik dan saran selalu kami tunggu sobat. Jangan lupa bagikan kepada temen-temen yang membutuhkan. Selanjutnya>>
Terimakasih...semoga bermanfaat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama