NASAB KETURUNANNYA
Dia adalah ummul mukminin Saudah bintu Zama’ah bin Qois bin Abdu Syams bin Abdu Wudd Al-Amiriyyah radhiallahu’anha. Ibunya adalah Syamusy bintu Qois bin Zaid An-Najjariiyyah.
Dia adalah wainta yang dinikahi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sepeninggal Khadijah radhiallahu’anha, kemudian menjadi istri satu-satunya bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk berumah tangga dengan Aisyah.
SIFAT-SIFATNYA
Dia termasuk golongan wanita yang agung dan mulia nasabnya. Tergolong para wanita yang cerdas akalnya. Perawakannya tinggi dan besar. Termasuk istri yang menyenangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kesegaran candanya.
MENIKAH DENGAN RASULULLAH
Wafatnya Khadijah radhiallahu ‘anha menyisakan kesedihan yang mendalam di rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terlebih wafat Khadijah hampir bersamaan dengan wafatnya sang paman, Abu Thalib.
Dalam campur aduk suasana kesepian dan kesedihan, anak dan rumah yang kehilangan pengurusnya, para sahabat merasa sedih dan peduli dengan apa yang menimpa nabi. Mereka mengirim Khaulah bin Hakim as-Salimah radhiallahu ‘anha, istri dari Utsman bin Mazh’un, untuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khaulah datang untuk memotivasi nabi, agar tertarik untuk menikah lagi.
Khaulah radhiallahu ‘anha datang dan berkata kepada Nabi, “Hai Rasulullah, tidakkah Anda ingin menikah?”
“Dengan siapa?” balas Rasulullah.
“Kalau Anda mau dengan seorang gadis. Atau bisa juga dengan seorang janda.”, jawab Khaulah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali bertanya, “Kalau dengan gadis siapa? Dan kalau janda siapa?”
Khaulah menjawab, “Kalau gadis, dia adalah putri dari makhluk Allah yang paling Anda cintai, yaitu Aisyah. Kalau janda Saudah binti Zam’ah. Ia telah beriman pada Anda dan mengikuti Anda.”
Rasulullah bersabda, “Sampaikanlah padanya dariku.”
Khaulah pun berangkat menuju Saudah. Ia berkata, “Betapa besar kebaikan dan keberkahan yang akan Allah anugerahkan kepadamu.”
“Apa itu?” tanya Saudah.
“Rasulullah mengutusku untuk melamarmu”, kata Khaulah.
Saudah menanggapi, “Aduh.. mari temui ayahku dan sampaikanlah kepadanya tentang hal ini.”
Perlu diketahui, ayah Saudah adalah Zam’ah bin al-Aswad, salah seorang yang berjasa membebaskan Bani Hasyim dari boikot Quraisy selama tiga tahun. Za’ah adalah laki-laki yang sudah sangat tua, ia baru pulang karena tak mampu menuntaskan rangkaian manasik hajinya.
Khaulah menemui Zam’ah, ia ucapkan salam sapa ala tradisi Arab. Karena Zam’ah bukanlah seorang muslim. Zam’ah berkatan, “Siapa itu?”
“Khaulah binti Hakim”, jawabnya.
“Apa keperluanmu?” tanya Zam’ah.
“Aku diutus oleh Muhammad bin Abdullah untuk melamarkan Saudah untuknya.”, jawab Khaulah.
“Orang yang sekufu dalam kemuliaan. Apa jawab temanmu? (maksudnya Saudah)”, tanya Zam’ah.
“Ia senang dengan hal ini.”, jawabnya.
“Panggil dia untuk menemuiku”, pinta Zam’ah.
Khaulah pun memanggilnya.
Zam’ah berkata, “Hai putriku. Ini adalah suatu kehormatan, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib mengutus seseorang untuk melamarmu. Ia sekufu dalam kemuliaan. Apa kau mau aku menikahkanmu dengannya?”
“Iya”, jawab Saudah.
“Panggillah dia ke sini”, pinta Zam’ah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun datang. Dan Zam’ah menikahkan putrinya dengan Rasulullah.
Tidak lama, datanglah saudara Saudah, Abd bin Zam’ah yang baru selesai menunaikan haji. Melihat saudarinya telah dinikahi Rasulullah, ia tabur debu di atas kepalanya sebagai tanda penyesalan. Di kemudian hari, setelah ia masuk Islam, ia berkata, “Demi umurmu (wahai Nabi), sungguh aku sangat bodoh sekali saat menaburkan debu di atas kepalaku karena Rasulullah menikahi Saudah binti Zam’ah.” (Ibnu Katsir: as-Sirah an-Nabawiyah) 2/142-143).
Ummul Mukminin Saudah menjadi istri pertama nabi setelah wafatnya Khadijah. Ada yang menyebutkan saat itu usianya sudah menginjak 55 tahun. Sementara Rasulullah sendiri baru berusia lima puluh tahun. Saat orang-orang Mekah mendengar kabar pernikahan ini, mereka keheranan. Karena Saudah bukanlah perempuan yang cantik dan berkedudukan.
kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya telah diizinkan bagi kalian para wanita untuk keluar menunaikan hajatmu.” (Shahih Bukhari, 1:67 no. 4795 dan Shahih Muslim 4:1709)
Ummul Mukminin Aisyah sangat menyukainya. Karena ia rela memberikan jatah malam Rasulullah di rumahnya, diberikan kepada Aisyah. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim:
“Ketika Saudah sudah tua, ia serahkan jatah menginap Rasulullah di rumahnya, untuk Aisyah. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku berikan hari giliranku bersamamu untuk Aisyah’. Sehingga Rasulullah memberikan jatah dua hari untuk Aisyah. Hari gilirannya dan harinya Saudah.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab an-Nikah 4914 dan Muslim dalam Kitab ar-Ridha’ 1463).
Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,
“Tiada seorang wanita pun yang paling aku sukai agar aku memiliki sifat seperti dia melebihi Saudah binti Zam’ah tatkala berusia senja.” (Riwayat Muslim dalam Kitab ar-Ridha’ 1463).
Saudah terkenal juga dengan kezuhudannya, ketika Umar mengirim kepadanya satu wadah berisi dirham, ketika sampai kepadanya maka dibagikannya (Thobaqoh Kubra, 8:56)
PERAN SAUDAH BINTI ZAMA’AH DI DALAM ISLAM
Saudah termasuk deretan istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menghafal dan menyampaikan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadis-hadisnya diriwayatkan oleh para imam yang terkemuka seperti Ahmad, Bukhari, Abu Dawud dan Nasai.
WAFATNYA
Saudah meninggal di akhir kekhilafan Umar di Madinah tahun 54 Hijriyah. Sebelum dia meninggal, dia mewasiatkan rumahnya kepada Aisyah. Semoga Allah meridhainya dan membalasnya dengan kebaikan yang melimpah.
Dia adalah ummul mukminin Saudah bintu Zama’ah bin Qois bin Abdu Syams bin Abdu Wudd Al-Amiriyyah radhiallahu’anha. Ibunya adalah Syamusy bintu Qois bin Zaid An-Najjariiyyah.
Dia adalah wainta yang dinikahi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sepeninggal Khadijah radhiallahu’anha, kemudian menjadi istri satu-satunya bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk berumah tangga dengan Aisyah.
SIFAT-SIFATNYA
Dia termasuk golongan wanita yang agung dan mulia nasabnya. Tergolong para wanita yang cerdas akalnya. Perawakannya tinggi dan besar. Termasuk istri yang menyenangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kesegaran candanya.
MENIKAH DENGAN RASULULLAH
Wafatnya Khadijah radhiallahu ‘anha menyisakan kesedihan yang mendalam di rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terlebih wafat Khadijah hampir bersamaan dengan wafatnya sang paman, Abu Thalib.
Dalam campur aduk suasana kesepian dan kesedihan, anak dan rumah yang kehilangan pengurusnya, para sahabat merasa sedih dan peduli dengan apa yang menimpa nabi. Mereka mengirim Khaulah bin Hakim as-Salimah radhiallahu ‘anha, istri dari Utsman bin Mazh’un, untuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Khaulah datang untuk memotivasi nabi, agar tertarik untuk menikah lagi.
Khaulah radhiallahu ‘anha datang dan berkata kepada Nabi, “Hai Rasulullah, tidakkah Anda ingin menikah?”
“Dengan siapa?” balas Rasulullah.
“Kalau Anda mau dengan seorang gadis. Atau bisa juga dengan seorang janda.”, jawab Khaulah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali bertanya, “Kalau dengan gadis siapa? Dan kalau janda siapa?”
Khaulah menjawab, “Kalau gadis, dia adalah putri dari makhluk Allah yang paling Anda cintai, yaitu Aisyah. Kalau janda Saudah binti Zam’ah. Ia telah beriman pada Anda dan mengikuti Anda.”
Rasulullah bersabda, “Sampaikanlah padanya dariku.”
Khaulah pun berangkat menuju Saudah. Ia berkata, “Betapa besar kebaikan dan keberkahan yang akan Allah anugerahkan kepadamu.”
“Apa itu?” tanya Saudah.
“Rasulullah mengutusku untuk melamarmu”, kata Khaulah.
Saudah menanggapi, “Aduh.. mari temui ayahku dan sampaikanlah kepadanya tentang hal ini.”
Perlu diketahui, ayah Saudah adalah Zam’ah bin al-Aswad, salah seorang yang berjasa membebaskan Bani Hasyim dari boikot Quraisy selama tiga tahun. Za’ah adalah laki-laki yang sudah sangat tua, ia baru pulang karena tak mampu menuntaskan rangkaian manasik hajinya.
Khaulah menemui Zam’ah, ia ucapkan salam sapa ala tradisi Arab. Karena Zam’ah bukanlah seorang muslim. Zam’ah berkatan, “Siapa itu?”
“Khaulah binti Hakim”, jawabnya.
“Apa keperluanmu?” tanya Zam’ah.
“Aku diutus oleh Muhammad bin Abdullah untuk melamarkan Saudah untuknya.”, jawab Khaulah.
“Orang yang sekufu dalam kemuliaan. Apa jawab temanmu? (maksudnya Saudah)”, tanya Zam’ah.
“Ia senang dengan hal ini.”, jawabnya.
“Panggil dia untuk menemuiku”, pinta Zam’ah.
Khaulah pun memanggilnya.
Zam’ah berkata, “Hai putriku. Ini adalah suatu kehormatan, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib mengutus seseorang untuk melamarmu. Ia sekufu dalam kemuliaan. Apa kau mau aku menikahkanmu dengannya?”
“Iya”, jawab Saudah.
“Panggillah dia ke sini”, pinta Zam’ah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun datang. Dan Zam’ah menikahkan putrinya dengan Rasulullah.
Tidak lama, datanglah saudara Saudah, Abd bin Zam’ah yang baru selesai menunaikan haji. Melihat saudarinya telah dinikahi Rasulullah, ia tabur debu di atas kepalanya sebagai tanda penyesalan. Di kemudian hari, setelah ia masuk Islam, ia berkata, “Demi umurmu (wahai Nabi), sungguh aku sangat bodoh sekali saat menaburkan debu di atas kepalaku karena Rasulullah menikahi Saudah binti Zam’ah.” (Ibnu Katsir: as-Sirah an-Nabawiyah) 2/142-143).
Ummul Mukminin Saudah menjadi istri pertama nabi setelah wafatnya Khadijah. Ada yang menyebutkan saat itu usianya sudah menginjak 55 tahun. Sementara Rasulullah sendiri baru berusia lima puluh tahun. Saat orang-orang Mekah mendengar kabar pernikahan ini, mereka keheranan. Karena Saudah bukanlah perempuan yang cantik dan berkedudukan.
kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya telah diizinkan bagi kalian para wanita untuk keluar menunaikan hajatmu.” (Shahih Bukhari, 1:67 no. 4795 dan Shahih Muslim 4:1709)
Ummul Mukminin Aisyah sangat menyukainya. Karena ia rela memberikan jatah malam Rasulullah di rumahnya, diberikan kepada Aisyah. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim:
“لَمَّا كَبِرَتْ جَعَلَتْ يَوْمَهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ لِعَائِشَةَ، قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَدْ جَعَلْتُ يَوْمِي مِنْكَ لِعَائِشَةَ. فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ يَقْسِمُ لِعَائِشَةَ يَوْمَيْنِ: يَوْمَهَا وَيَوْمَ سَوْدَةَ
“Ketika Saudah sudah tua, ia serahkan jatah menginap Rasulullah di rumahnya, untuk Aisyah. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku berikan hari giliranku bersamamu untuk Aisyah’. Sehingga Rasulullah memberikan jatah dua hari untuk Aisyah. Hari gilirannya dan harinya Saudah.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab an-Nikah 4914 dan Muslim dalam Kitab ar-Ridha’ 1463).
Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,
مَا رَأَيْتُ امْرَأَةً أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أَكُونَ فِي مِسْلاَخِهَا[5] مِنْ سَوْدَةَ بِنْتِ زَمْعَةَ مِنِ امْرَأَةٍ فِيهَا حِدَّةٌ].
“Tiada seorang wanita pun yang paling aku sukai agar aku memiliki sifat seperti dia melebihi Saudah binti Zam’ah tatkala berusia senja.” (Riwayat Muslim dalam Kitab ar-Ridha’ 1463).
Saudah terkenal juga dengan kezuhudannya, ketika Umar mengirim kepadanya satu wadah berisi dirham, ketika sampai kepadanya maka dibagikannya (Thobaqoh Kubra, 8:56)
PERAN SAUDAH BINTI ZAMA’AH DI DALAM ISLAM
Saudah termasuk deretan istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menghafal dan menyampaikan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadis-hadisnya diriwayatkan oleh para imam yang terkemuka seperti Ahmad, Bukhari, Abu Dawud dan Nasai.
WAFATNYA
Saudah meninggal di akhir kekhilafan Umar di Madinah tahun 54 Hijriyah. Sebelum dia meninggal, dia mewasiatkan rumahnya kepada Aisyah. Semoga Allah meridhainya dan membalasnya dengan kebaikan yang melimpah.
Salam kaum sarungan...
Tags:
KHAZANAH