HUKUM MENYEBARKAN HOAX DI SOSMED MENURUT ISLAM
Pada masa ini, ketika arus
informasi demikian mudahnya, seringkali tanpa berfikir panjang kita langsung
menyebarkan (men-share) semua berita dan informasi yang kita terima, tanpa
terlebih dahulu meneliti kebenarannya. Kita dengan sangat mudah men-share
berita, entah dengan menggunakan media sosial semacam facebook, atau aplikasi
whatsapp, atau media yang lainnya.
Akibatnya, muncullah berbagai
macam kerusakan, seperti kekacauan, provokasi, ketakutan, atau kebingungan di
tengah-tengah masyarakat akibat penyebaran berita semacam ini atau yang disebut
dengan hoax.
Dalam Islam, hoax bukanlah hal
baru. Hoax yang berarti berita bohong sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW.
Kata berita dalam bahasa Arab disebut dengan istilah khabar. Sedangkan khabar
yang berasal dari Nabi Muhammad SAW disebut Hadits.
Dari pengertian tersebut, kita
dapat pahami bahwa hadits dari Nabi Muhammad SAW adalah salah satunya berisi
berita atau informasi. Inilah yang kemudian dijadikan alat oleh orang-orang
yang pada masa itu hendak menghancurkan Islam. Caranya adalah dengan membuat
berita bohong tetapi mengatasnamakan Nabi Muhammad SAW. Akhirnya banyak umat
Islam yang tertipu dengan berita tersebut yang dikenal sebagai hadits palsu
atau maudu’.
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam
sebuah hadis mutawatir yang berbunyi: ”Man kadzaba ‘alayya muta’ammidan
falyatabawwaa maq’adahu min naari”
Artinya ” Barangsiapa berbohong
atas namaku dengan sengaja, maka dia menempati tempat duduknya dari neraka”.
Memproduksi, menyebar dan atau
membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoax, ghibah, fitnah,
namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait
pribadi kepada orang lain atau khalayak hukumnya haram, kecuali karena ozor atau untuk kemaslahatan.
Jadi, apabila kita menerima berita
atau konten di media sosial hendaklah kita teliti dahulu sebelum kita percaya
atau bahkan malah langsung kita share kemana-mana. Bila kita tidak teliti
terhadap hoax, maka kita bisa jadi salah satu penyebar hoax nantinya. Cerdaslah
dalam bermedia sosial.
Majelis Ulama Indonesia atau MUI telah
merilis fatwa tentang haramnya menyebar berita hoax. Hukum haram ini terdapat
pada Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah
melalui Media Sosial.
Dalam fatwa itu disebutkan setiap
umat Islam haram juga menyebarkan hoax dengan tujuan baik seperti
menginformasikan orang meninggal padahal masih hidup. MUI juga mengharamkan
melakukan bullying dan menyebar konten pornografi di medsos.
Allah Ta’ala pun memerintahkan
kepada kita untuk memeriksa suatu berita terlebih dahulu karena belum tentu
semua berita itu benar dan valid. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ
فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا
فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
(QS. Al-Hujuraat [49]: 6)
Allah Ta’ala memerintahkan kita
untuk memeriksa suatu berita dengan teliti, yaitu mencari bukti-bukti kebenaran
berita tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan menelusuri sumber berita, atau
bertanya kepada orang yang lebih mengetahui hal itu.
Padahal Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan tegas mengatakan,
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seseorang dikatakan
sebagai pendusta apabila dia mengatakan semua yang didengar.” (HR. Muslim no.7)
Janganlah kita tergesa-gesa
menyebarkan berita tersebut, karena sikap seperti ini hanyalah berasal dari
setan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
التَّأَنِّي مِنَ اللهِ , وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ
“Ketenangan datangnya dari Allah,
sedangkan tergesa-gesa datangnya dari setan.” (HR. Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra
10/104 dan Abu Ya’la dalam Musnad-nya 3/1054)
Bagi kita yang suka asal dan
tergesa-gesa dalam menyebarkan berita, maka hukuman di akhirat kelak telah
menanti kita. Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan mimpi beliau,
رأيت الليلة رجلين أتياني، فأخذا بيدي، فأخرجاني إلى أرض فضاء، أو
أرض مستوية، فمرا بي على رجل، ورجل قائم على رأسه بيده كلوب من حديد، فيدخله في
شدقه، فيشقه، حتى يبلغ قفاه، ثم يخرجه فيدخله في شدقه الآخر، ويلتئم هذا الشدق،
فهو يفعل ذلك به
“Tadi malam aku bermimpi melihat
ada dua orang yang mendatangiku, lalu mereka memegang tanganku, kemudian
mengajakku keluar ke tanah lapang. Kemudian kami melewati dua orang, yang satu
berdiri di dekat kepala temannya dengan membawa gancu dari besi. Gancu itu
dimasukkan ke dalam mulutnya, kemudian ditarik hingga robek pipinya sampai ke
tengkuk. Dia tarik kembali, lalu dia masukkan lagi ke dalam mulut dan dia tarik
hingga robek pipi sisi satunya. Kemudian bekas pipi robek tadi kembali pulih
dan dirobek lagi, dan begitu seterusnya.”
Di akhir hadis, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat penjelasan dari malaikat, apa maksud
kejadian yang beliau lihat,
أما الرجل الأول الذي رأيت فإنه رجل كذاب، يكذب الكذبة فتحمل عنه في
الآفاق، فهو يصنع به ما رأيت إلى يوم القيامة، ثم يصنع الله به ما شاء
“Orang pertama yang kamu lihat,
dia adalah seorang pendusta. Dia membuat kedustaan dan dia sebarkan ke seluruh
penjuru dunia. Dia dihukum seperti itu sampai hari kiamat, kemudian Allah
memperlakukan orang tersebut sesuai yang Dia kehendaki.” (HR. Ahmad no. 20165)
[2]
Apabila kita sudah berusaha
meneliti, namun kita belum bisa memastikan kebenarannya, maka diam tentu lebih
selamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَمَتَ نَجَا
“Barangsiapa yang diam, dia
selamat.” (HR. Tirmidzi no. 2501)
Tags:
HUKUM