Batal shalat gara-gara salah cara bangun dari duduk tasyahud awal, apa benar ? Simak kejelasan hukumnya.

KEUTAMAAN SHALAT

Shalat  adalah rukun Islam yang paling utama setelah dua kalimat syahadat. Shalat ini mencakup berbagai macam ibadah, seperti : dzikir kepada Allah, tilawah Kitabullah, berdiri menghadap Allah, rukuk, sujud, do’a, tasbih dan takbir.

KEWAJIBAN SHALAT

Terdapat sejumlah hadits berkenaan dengan keutamaan dan hukumnya yang fardhu ‘ain. Dalam agama Islam, hukum wajibnya shalat lima waktu ini merupakan perkara yang telah diketahui secara luas, baik di kalangan ulama maupun di kalangan awam kaum muslimin (ma’luumun minad Diin bidh-dharuurah).

Barangsiapa yang mengingkari wajibnya shalat, ia telah murtad dari agama Islam. la dituntut untuk bertaubat. Jika tidak bertaubat, ia dihukum mati menurut ijma’ kaum muslimin.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

‘’Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.’’(QS. An-Nisa : 103).

Terdapat sebagian fenomena yang patut disayangkan, yaitu adanya sebagian orang, ketika dalam proses pengobatan di rumah sakit dengan berbaring di atas tempat tidur dan tidak bisa turun darinya, atau tidak bisa mengganti pakaian yang terkena najis, atau dia tidak bisa menemukan tanah yang bisa dipakai untuk bertayamum, atau tidak bisa menemukan orang yang dapat menolongnya, maka ia meninggalkan shalat hingga keluar dari waktunya dan berkata, ’’Aku akan laksanakan shalat ini nanti, jika uzur telah tiada.’’

Ini adalah kesalahan yang sangat besar, ia telah meninggalkan shalat karena ketidaktahuannya dan sikapnya yang tidak bertanya kepada orang yang mengerti.
Seharusnya orang yang keadaannya seperti itu, ia tetap melakukan shalat sesuai dengan keadaan nya. Cukup baginya shalat dalam keadaan seperti itu, sekalipun ia harus melaksanakan shalat tanpa tayamum atau terpaksa harus mengenakan pakaian najis.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka,bertawakalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.’’ [At-Taghabun: 16].

Bahkan, sekalipun shalat dengan tidak menghadap kiblat karena tidak mampu melakukannya, maka shalatnya tetap sah, andai ajalnya tiba dia tidak akan dituntut lagi tentang shalat tersebut, namun bila dia sembuh dan uzur telah hilang, wajib baginya mengkadha kembali shalat yang tanpa tayamum atau dengan pakaian bernajis tersebut.

SANGSI MENINGGALKAN SHALAT

Ketahuilah, barangsiapa yang meninggalkan shalat karena menyepelekan atau malas, dan bukan  karena mengingkari kewajibannya, ia telah kafir menurut pendapat sebagian ulama. Pendapat itu adalah pendapat yang sangat ekstrem, begitulah bessrnya ancaman bagi orang yg meninggalkan shalat, karena adanya dalil-dalil, seperti hadits:

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ

“Pembeda antara kesyirikan dan kekafiran adalah meningalkan shalat’’.  [Diriwayatkan Muslim], dan dari selainnya.

Orang yang meninggalkan shalat selayaknya disebarluaskan berita tentang perbuatannya tersebut, agar kejelekannya diketahui masyarakat hingga dia jera dan melaksanakan shalat.
Tidak patut kita mengucapkan salam kepadanya, tidak pula  memenuhi undanganya hingga ia bertaubat dan mendirikan shalat, karena shalat adalah tiang agama dan pembeda antara orang muslim dengan orang kafir.
Sekalipun seorang hamba melakukan berbagai amalan, semua itu tidak akan bermanfaat baginya, selama ia masih meninggalkan shalat, begitulah secara ringkas penjelasan dari Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah.


Deskripsi Masalah:

Salah satu masalah yang terjadi kontroversial dalam masyarakat adalah kelakuan  orang yang membungkuk dan menopang tangannya didepan lutut untuk membantu berdiri dari duduk istirahat atau tasyahhud awwal, keadaan ini menyerupai ruku' bagi orang yang shalat sambil duduk.
Sebagian kalangan mempermasalahkan hal ini dan menganggap bisa membatalkan shalat dengan alasan melakukan ruku' ketika bangun dari duduk istirahat atau tasyahud awwal,

Pertanyaan:

Bagaimanakah hukum sebenarnya dari masalah ini, benarkah dapat membatalkan shalat gara-gara bangun dengan cara menopang tangan di depan lutut ketika hendak berdiri dari duduk ??

Jawaban :

Ketahuilah bahwa bertumpu atau menopang tangan didepan lutut untuk membantu berdiri dari duduk hukumnya sunnah.
Bertumpu seperti ini tidak membatalkan shalat, walaupun sekilas terlihat seperti ruku' bagi orang yang shalat sambil duduk.
Karena yang membatalkan shalat adalah menambah rukun, sedangkan keadaan seperti ini tidak menyerupai rukun apapun bagi orang shalat dalam keadaan berdiri.

Membungkukkan badan hanya dapat membatalkan shalat bila dilakukan oleh orang shalat dalam keadaan duduk, karena posisi demikian menyerupai ruku'nya orang yang shalat sambil duduk.
REFERENSI

(Kitab Fatawa ibn Hamid, karya Syeikh Muhammad ibn Hamid ibn Umar ibn Muhammad ibn Saqqaf As-Saqqafi Ash-Shafi, Hal.254-255)

لو أراد القيام من جلسة الاستراحة اعتمد على يديه أمامه

مسأله : وما قولكم فيمن أراد القيام من جلسة الاستراحة أو التشهد فاعتمد على يديه من جهة أمامه بحيث صار کراکع من قعود فهل تبطل صلاته أم لا ؟ فإني قد رأيت كثيرة من طلبة العلم إذا أراد القيام بماذكر اعتمد على يديه من جانبيه أو تكلف الاعتماد عليها من أمامه لكن بين فخذيه، وكأنه  فرار من أن يكون كهيئة الرائع من الجلوس التي نبه عليها ابن حجر في «التحفة» فبينوا لنا ما فيها في هذا المقام لا زلتم نفعا للخاص والعام.
الجواب : أن الصلاة لا تبطل والحال ما ذكر من اعتماد المصلي مع قيامه من نحو جلوس تشهد على يديه وإن صار کراکع من جلوس؛ لأن الاعتماد على بطن راحتيه وأصابعها مع قيامه مما ذكر بتلك الهيئة من جعله يديه أمام ركبتيه سنة له ، وليس من السنة اعتماده على ظهور الأصابع وحرف الكف؛ بأن يقبضها كعاجن دقيق، ومن قال يقوم کعاجن بالنون - فالمراد بذلك التشبيه هو مثله في أصل الاعتماد من الانحناء من الأمام كهيئة العاجن لا في صفته من ضم أصابعه كما في «التحفة» من نفي اعتبار الصفة المذكورة فقط ، والدليل والعلة هما قول «التحفة» : (لأنه أعون
وأشبه بالتواضع مع ثبوته عنه ) وجعل اليدين بالجانبين أو بين الركبتين ينافي طرفي العلة المذكورة
وأما الهيئة التي بحثها ابن حجر وجعلها من مبطلات الصلاة لكونها من نوع زيادة ركن فيها حيث قال : (ومنه أن ينحني الجالس إلى أن تحاذي جبهته ما أمام ركبتيه ولو لتحصیل تورکه او افتراشه المندوب ... إلخ).. فهي كما لا يخفى في غير ما إذا كان لقيام وغير ما شرع له . على أنهم اغتفروا الجلوس القصير بعد الهوي من الاعتدال، وعللوا بأنه معهود وبذلك تعرف أن ما هنا أولى من ذلك لذلك، بل عملهم في الاعتياد بها ذكر في النهوض من السجود کالصريح فيما ذكرته؛ للعلم بندب وضع اليدين محاذيين للمنكبين في السجود ويقوم منه كذلك ، ولم نر أحدة عند القيام ينحيها إلى الجانبين، بل لم نر أحدة من يقتدى به يعمل بها ذكرت في سؤالك .
ثم إنك قد علمت ما مر حمل من قال : يقوم کالعاجن - بالنون لا الزاي - على اعتبار أصل الاعتماد لا صفته ، فلا تغفل
والله أعلم.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama