Jawaban :
Sholat Jum’at mempunyai banyak keutamaan, diantaranya adalah sebagai berikut :
1- Yang menghadiri sholat jum’at dengan
memperhatikan adab-adabnya, maka akan dicatat setiap langkahnya sebagai
amalan satu tahun yang mencakup pahala puasa dan bangun malam. Hal ini
berdasarkan hadist Aus bin Aus ats Tsaqafi bahwasanya dia pernah
mendengar Rosulullah saw bersabda :
من اغتسل يوم الجمعة وغسل وبكر وابتكر ودنا واستمع وأنصت كان له بكل خطوة يخطوها أجر سنة صيامها وقيامها
“ Barang siapa yang mandi hari jum’at
dan menyuci ( kepalanya ), lalu bersegera dan bergegas, dan mendekati
imam, dan mendengarkan khutbah serta diam, maka dia akan mendapatkan
pada setiap langkahnya bagaikan pahala amalan satu tahun, termasuk
pahala puasa dan pahala sholat malam. “ ( Hadist Shohih Riwayat
Tirmidzi, Abu Dau, Ibnu Majah, Nasai )
2- Barang siapa yang bersegara datang ke
masjid untuk melaksanakan sholat Jum’at seakan-akan dia telah
bersedekah dan berkurban dengan kurban yang besar. Hal ini sesuai dengan
hadist Abu Hurairah r.a bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
من اغتسل يوم الجمعة غسل
الجنابة ثم راح فكأنما قرب بدنة و من راح في الساعة الثانية فكأنما قرب
بقرة ومن راح في الساعة الثالثة فكأنما قرب كبشا أقرن ومن راح في الساعة
الرابعة فكأنما قرب دجاجة ومن راح في الساعة الخامسة فكأنما قرب بيضة فإذا
خرج الإمام حضرت الملائكة يستمعون الذكر
“ Barang siapa mandi pada hari Jum’at
seperti mandi junub, kemudian pergi ( ke masjid ) pada waktu yang
pertama, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor unta. Dan barang
siapa yang datang pada waktu kedua, maka seakan-akan dia berkurban
dengan seekor sapi. Dan barang siapa yang datang pada waktu yang ketiga,
maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor domba yang bertanduk. Dan
barang siapa yang datang pada waktu yang keempat, maka seakan-akan dia
berkurban dengan seekor ayam. Dan barang siapa yang datang pada waktu
yang kelima, maka seakan-akan dia berkurban dengan sebutir telur. Maka,
jika imam telah keluar, malaikatpun bergegas untuk mendengarkan
khutbah.” ( HR Bukhari dan Muslim )
3- Orang yang melakukan sholat Jum’at
sesuai dengan adab-adabnya, maka Allah akan mengampuninya selama sepuluh
hari. Dalilnya adalah hadist Abu Hurairah r.a, bahwasanya nabi Muhammad
saw :
من توضأ فأحسن الوضوء ثم أتى الجمعة فاستمع وأنصت غفر له ما بينه وبين الجمعة وزيادة ثلاثة أيام ومن مس الحصى فقد لغا
“ Barang siapa yang berwudhu, lalu
melakukannya dengan sebaik-baiknya, lalu datang untuk melakukan sholat
jum’at, kemudian dia mendengar dan memperhatikan khutbah, niscaya akan
diampuni dosa-dosa ( kecil ) yang dilakukannya antara jum’at itu dan
jum’at berikutnya ditambah dengan tiga hari. Dan barang siapa yang
bermain-main dengan kerikil, maka sia-sialah jum’atnya. “ ( HR Muslim )
Hal ini dikuatkan dengan hadist Abu Hurairah r.a lainnya, bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
الصلوات الخمس ، و الجمعة إلى الجمعة ورمضان إلى رمضان مكفرات ما بينهن إذا اجتنب الكبائر
“ Sholat lima waktu, dan Jum’at yang
satu ke Jum’at yang berikutnya serta satu Romadhan ke Romadhan yang
berikutnya dapat menghapus dosa-dosa kecil, selama dosa-dosa besar
dijauhi. “ ( HR Muslim )
Kepada siapa saja sholat Jum’at diwajibkan ?
Jawaban :
Sholat Jum’at wajib bagi setiap muslim,
baligh, berakal, laki-laki dan merdeka. Dalilnya adalah hadist Thariq
bin Syihab r.a bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
الجمعة حق واجب على كل مسلم في جماعة إلا أربعة : عبد مملوك أو امرأة أو صبي أو مريض
“ Sholat Jum’at itu sesuatu yang wajib
bagi setiap muslim secara berjama’ah kecuali empat golongan : hamba
sahaya, wanita, anak kecil dan orang sakit. “ ( Hadist Shohih Riwayat
Abu Daud )
Hukuman apa yang akan diterima bagi orang yang meninggalkan kewajiban sholat Jum’at ?
Jawaban :
Orang yang meninggalkan kewajiban sholat
Jum’at dengan sengaja tanpa udzur syar’I, maka akan ditutup hatinya,
sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah r.a bahwasanya Rosulullah saw
bersabda :
لينتهين أقوام عن ودعهم الجمعات أو ليختمن الله على قلوبهم ثم ليكونن من الغافلين
“ Hendaklah orang-orang yang sering
meninggalkan sholat Jum’at segera menghentikan kebiasaan mereka itu,
atau Allah akan mengunci mati hati mereka sehingga mereka termasuk
golongan orang-orang yang lemah “ ( HR Muslim )
Hal ini dikuatkan dengan hadits Abu Ja’ad ad-Damuri bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
من ترك الجمعة ثلاث مرات تهاونا بها طبع الله على قلبه
“ Barang siapa meninggalkan Jum’at tiga
kali karena meremehkannya, maka Allah akan mengunci mati hatinya . “ (
Hadist Shohih Riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Nasai,
Kata teman saya, pada hari Jum’at ada waktu mustajab, kapan itu, mohon penjelasannya ?
Jawaban :
Memang benar pada hari jum’at terdapat
waktu mustajab, sebagaimana yang terdapat dalam hadist Abu Hurairah r.a,
bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
إن في الجمعة لساعة لا يوافقها عبد مسلم قائم يصلي يسأل الله فيها خيرا إلا أعطاه إياه
“ Sesungguhnya pada hari jum’at terdapat
satu waktu, yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdo’a meminta
kebaikan kepada Allah, kecuali Allah akan memberinya. “ ( HR Bukhari dan
Muslim )
Kapan waktu itu ? Para ulama berbeda
pendapat, sebagian dari mereka mengatakan bahwa waktu mustajab adalah
sejak duduknya imam di atas mimbar sampai berakhirnya sholat. Hal ini
berdasarkan sabda Rosulullah saw :
هي ما بين أن يجلس الإمام إلى أن تقضي الصلاة
“ Waktu ( mustajab itu ) berlangsung antara duduknya imam di atas mimbar sampai selesainya sholat . “ ( HR Muslim )
Sebagian yang lain mengatakan bahwa
waktu mustajab pada hari jum’at adalah pada akhir hari jum’at tersebut,
tepatnya ba’da Ashar hingga Maghrib. Hal ini berdasarkan beberapa hadist
di bawah ini, diantaranya adalah :
- Hadist Jabir r.a , bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
يوم الجمعة اثنتا عشرة ساعة فيها ساعة لا يوجد عبد مسلم يسأل الله شيئا إلا آتاه إياه فالتمسوها آخر ساعة بعد العصر
“ Hari Jum’at terdiri dari dua belas jam
yang di alamnya ada satu waktu yang tidaklah seorang mukmin berdo’a di
dalamnya, kecuali Allah akan mengabulkan do’anya. Oleh karena itu,
carilah waktu tersebut di akhir waktu setelah sholat ‘Ashar. “ ( Hadist
Shohih Riwayat Nasai, Abu Daud, Hakim )
- Sabda Rosulullah saw :
التمسوا الساعة التي ترجى في يوم الجمعة بعد العصر إلى غيبوبة الشمس
“ Carilah waktu yang diharapkan ( waktu
mustajab ) pada hari Jum’at, yaitu ba’da Ashar sampai terbenamnya
matahari . “ ( Hadist Shohih Riwayat Tirmidzi )
Apa hukum mandi besar sebelum menghadiri sholat Jum’at ?
Jawaban :
Para ulama berbeda pendapat dalam
masalah ini, tetapi mayoritas ulama mengatakan bahwa mandi besar sebelum
menghadiri sholat Jum’at hukumnya sunnah muakkadah. Dalilnya adalah
hadist Abu Hurairah ra, bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
من توضأ فأحسن الوضوء ثم أتى الجمعة فاستمع وأنصت غفر له ما بينه وبين الجمعة وزيادة ثلاثة أيام ومن مس الحصى فقد لغا
“ Barang siapa yang berwudhu, lalu
melakukannya dengan sebaik-baiknya, lalu datang untuk melakukan sholat
jum’at, kemudian dia mendengar dan memperhatikan khutbah, niscaya akan
diampuni dosa-dosa ( kecil ) yang dilakukannya antara jum’at itu dan
jum’at berikutnya ditambah dengan tiga hari. Dan barang siapa yang
bermain-main dengan kerikil, maka sia-sialah jum’atnya. “ ( HR Muslim )
Hadist di atas menunjukkan bahwa
seseorang boleh berwudhu saja untuk menghadiri sholat Jum’at, artinya
bahwa mandi tidaklah wajib.
Hal ini dikuatkan dengan hadits Samurah bin Jundub ra, bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
من توضأ يوم الجمعة فبها ونعمت ومن اغتسل فالغسل أفضل
“ Barang siapa yang berwudhu pada hari
Jum’at maka dia telah mengikuti sunnah dan itu adalah sesuatu yang baik.
Dan barang siapa yang mandi, maka mandi itu lebih utama. “ ( Hadits
Hasan Riwayat Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah dan Nasai )
Apa hukum adzan kedua pada hari Jum’at ?
Jawaban :
Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat :
1/ Pendapat pertama mengatakan bahwa
adzan kedua pada hari Jum’at adalah sunnah, karena ditetapkan oleh
khalifah Utsman bin Affan dan disetujui oleh para sahabat lainnya, maka
menjadi ijma’. Hal itu dikuatkan dengan hadist Irbadh bin Sariyah
bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ
“ Maka hendaknya kalian mengikuti
sunnahku dan sunnah Khulafa’ Rasyidin yang sudah mendapatkan petunjuk.
Berpegang teguhlah padanya dan gigitlah kuat-kuat dengan gigi geraham
kalian. “ ( Hadist Shohih Riwayat Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah )
Hadist di atas memerintahkan kepada kita
untuk mengikuti sunah Rosulullah saw dan sunah Khulafa Rasyidin. Utsman
bin Affan termasuk salah satu Khulafa’ Rasyidin dan telah menetapkan
sunah adzan dua kali pada hari Jum’at, berarti mengadakan adzan dua kali
pada hari Jum’at termasuk mengikuti sunah salah satu Khulafa’ Rasyidin.
2/ Pendapat kedua mengatakan bahwa yang
sunah adalah adzan pada hari Jum’at tetap satu. Dalilnya adalah hadist
Saib bin Yazid bahwasanya ia berkata :
كان النداء يوم الجمعة أوله إذا
جلس الإمام على المنبر على عهد النبي صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر
رضي الله عنهما فلما كان عثمان رضي الله عنه وكثر الناس زاد النداء الثالث
على الزوراء
“ Adzan pertama pada hari Jum’at adalah
jika imam duduk di atas mimbar pada masa Nabi saw, Abu Bakar, Umar .
Pada masa Ustman, orang-orang sudah semakin banyak, maka ditambahkan
adzan ketiga di Zaura. “ ( HR Bukhari )
Hadist di atas menunjukkan bahwa adzan
Jum’at pada masa Rosulullah saw adalah satu kali, yaitu ketika imam
duduk di atas mimbar. Kemudian pada zaman khalifah Utsman bin Affan,
karena penduduk semakin banyak, maka adzan Jum’at ditambah satu, yaitu
sebelum imam duduk di atas mimbar, dan ini dilakukan di Zaura’ yaitu
suatu tempat di pasar Madinah dengan tujuan agar masyarakat siap-siap
untuk mengerjakan sholat Jum’at. Akan tetapi pada hari ini, masyarakat
sudah berubah, mereka telah memiliki jam dan mengetahui waktu, sehingga
alasan yang digunakan oleh khalifah Utsman tidak berlaku lagi pada zaman
sekarang, makanya adzan Jum’at kembali lagi pada asalnya yaitu satu
kali saja, sebagaimana yang berlaku pada zaman nabi Muhammad saw, Abu
Bakar dan Umar bin Khattab.
Apa saja syarat-syarat sahnya sholat Jum’at itu ? Mohon penjelasannya !
Jawaban :
Syarat-syarat sahnya sholat Jum’at itu sebagai berikut :
1- Waktu, maksudnya bahwa sholat Jum’at
itu harus dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Awal waktunya adalah
setelah matahari tergelincir dan akhir waktunya adalah sama dengan akhir
waktu sholat dhuhur, yaitu ketika tinggi bayangan sesuatu sama tinggi
dengan benda tersebut.
2- Berjama’ah, maksudnya bahwa sholat Jum’at tidak boleh dilaksanakan kecuali secara berjama’ah.
Batasan jumlah jama’ahnya berapa ? Apakah harus berjumlah 40 orang?
Jawaban :
Tidak harus berjumlah 40 orang, yang
penting terpenuhi definisi sholat berjama’ah, yaitu 3 orang. Dalilnya
adalah keumuman firman Allah swt :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ
اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ
تَعْلَمُونَ
“ Hai orang-orang beriman, apabila
diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.’ ( Qs al-Jum’ah : 9 )
Dalam ayat tersebut tidak ditentukan
jumlah orang yang harus berjama’ah dalam sholat Jum’ah, sehingga bisa
dilakukan dengan jumlah tiga orang, karena tiga merupakan batasan
minimal dari jama’ah. Hal ini dikuatkan dengan hadist Abu Sa’id Al
Khudri r.a bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
إذا كانوا ثلاثة فليؤمهم أحدهم وأحقهم بالإمامة أقرؤهم
“ Jika mereka terdiri dari tiga orang,
maka hendaknya salah satu dari mereka, dan yang paling berhak menjadi
imam adalah yang paling baik bacaannya. “ ( HR Muslim )
Adapun hadist yang dijadikan sandaran
bagi yang mewajibkan jumlah 40 orang adalah hadist As’ad bin Zurarah
yang merupakan orang pertama kali yang melakukan sholat Jum’ah di
Madinah sebelum kedatangan nabi Muhammad saw di sebuah desa yang disebut
Hazamri an- Nabit di wilayah Bani Bayadhah yang berjarak satu mil dari
kota Madinah yang waktu itu jumlah jama’ahnya adalah 40 orang. Tetapi
dalam hadist tersebut tidak ada yang menunjukkan persyaratan bahwa
sholat Jum’at harus dihadiri 40 orang, karena jumlah itu memang hanya
kebetulan saja sampai 40 orang. Jadi tidak bisa dijadikan sandaran untuk
menentukan syarat sahnya sholat Jum’at.
3- Harus didahului dengan dua khutbah.
Adapun dalil yang menunjukkan tentang kewajiban mendahului dengan dua
khutbah sebelum melaksanakan sholat jum’at adalah :
Pertama : Firman Allah swt :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ
اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ
تَعْلَمُونَ
“ Hai orang-orang beriman, apabila
diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.’ ( Qs al-Jum’ah : 9 )
Allah swt dalam ayat di atas
memerintahkan orang-orang beriman untuk segera mengingat Allah (
dzikrullah ), dan yang dimaksud dengan dzikirullah dalam ayat di atas
menurut sebagian ulama adalah khutbah. Perintah dalam ayat tersebut
bersifat wajib, dan tidak boleh ditinggalkan.
Kedua : Nabi Muhammad saw melarang untuk
berbicara ketika khutbah, hal ini menunjukkan kewajiban mendengar
khutbah, yang berarti juga bahwa khutbah adalah wajib.
Apa saja rukun dan syarat
khutbah Jum’at, karena kebanyakan umat Islam sudah tidak mengetahui hal
tersebut, mohon penjelasannya !
Jawaban :
Rukun khutbah Jum’at adalah sebagai berikut :
1- Memanjatkan pujian terhadap Allah swt
2- Bersholawat kepada Rosulullah saw
3- Membaca Al Qur’an
4- Mewasiatkan kepada para Jama’ah untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah swt.
Apa saja sunnah-sunnah dalam khutbah ?
Jawaban :
Sunnah –sunnah dalam khutbah adalah sebagai berikut :
1- Mengucapkan salam kepada para jama’ah
ketika khotib naik mimbar sebelum duduk. Dalilnya adalah hadist Jabir
r.a bahwasanya ia berkata :
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا صعد المنبر سلم
“ Bahwasanya nabi Muhammad saw jika naik
mimbar, mengucapkan salam . “ ( Hadits Dho’if Riwayat Ibnu Majah,
karena di dalam sanadnya ada Ibnu Lahi’ah )
Walaupun hadist di atas lemah, namun
para Khulafa’ Rasyidin, yaitu : Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab,
Umar bin Affan, serta Umar bin Abdul Aziz mengamalkan hal itu, yaitu
mengucapkan salam ketika naik mimbar dan menghadap jama’ah sebelum
duduk. Sehingga amalan ini bisa dibenarkan dan bisa dikatagorikan dalam
sunah-sunah khutbah.
2- Berkhutbah di atas mimbar yang tinggi.
Berapa ketinggian mimbar yang disunnahkan ?
Jawaban :
Para ulama mengatakan bahwa mimbar yang
dipakai zaman Rosulullah saw adalah tiga tingkat, sebagaimana yang
terdapat di dalam hadist Anas bin Malik r.a yang bunyinya sebagai
berikut :
فصنع له منبرا له درجتان و يقعد على الثالثة
“ Maka, dibuatkan untuk Rosulullah saw
mimbar dua tingkat dan beliau duduk pada tingkat yang ketiga “ ( HR
ad-Darimi dan Abu Ya’la )
Mimbar sebaiknya diletakkan sebelah mana ?
Jawaban : Para ulama menyebutkan bahwa mimbar pada zaman Rosulullah saw diletakkan sebelah kanan kiblat.
3- Duduk setelah mengucapkan salam
kepada para jama’ah sampai selesai adzan. Dalilnya adalah hadist
Abdullah bin Umar r.a bahwasanya ia berkata :
كان صلى الله عليه وسلم يجلس إذا صعد المنبر حتى يفرغ أراه المؤذن
“ Bahwasanya Rosulullah saw duduk jika
naik mimbar sampai muadzin selesai mengumandangkan adzan . “ ( Hadist
Shohih Riwayat Abu Daud )
4- Berdiri ketika berkhutbah. Dalilnya adalah hadist Jabir bin Samurah ra, bahwasanya ia berkata :
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يخطب قائما ثم يجلس ثم يقوم فيخطب قائما
“ Bahwasanya Rosulullah saw berkhutbah
dalam keadaan berdiri, kemudian duduk lalu menyampaikan khutbah dengan
berdiri. “ ( HR Muslim )
5- Duduk sebentar antara dua khutbah. Dalilnya adalah hadist Jabir bin Samurah ra di atas.
6- Bersandar pada tongkat atau busur. Dalilnya adalah hadist al-Hakam bin Hazn al-Kulafi bahwasanya ia berkata :
شهدنا فيها الجمعة مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فقام متوكئا على عصى أو قوس .
“ Kami pernah mengerjakan sholat Jum’at
bersama Rosulullah saw, beliau berdiri dengan bersandar pada tongkat
atau busur . “ ( Hadist Hasan Riwayat Abu Daud )
Hadist di atas menunjukkan bahwa
berkhutbah dengan bersandar pada tongkat atau busur pernah dilakukan
oleh Rosulullah saw, dan bisa dikatakan perbuatan sunnah. Apa hikmah
dibalik perbuatan tersebut ? Sebagian ulama mengatakan bahwa hal itu
untuk menghindari agar khotib tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang
tidak berguna selama dia berkhutbah.
Jika ada pertanyaan : Bagaimana jika ketika berkhutbah khatib tidak bersandar pada tongkat ? Apa khutbahnya sah? Jawabannya bahwa khutbahnya sah, karena hal itu tidaklah wajib.
7- Memperpendek khutbah dan memanjangkan
sholat.Dalilnya adalah hadist Ammar bin Yasir bahwasanya ia mendengar
Rosulullah saw bersabda :
إن طول صلاة الرجل وقصر خطبته مئنة من فقهه فأطيلوا الصلاة واقصروا الخطبة وإن من البيان سحرا
“ Sesungguhnya panjangnya sholat
seseorang dan pendek khutbahnya menunjukkan kedalaman pemahamannya. Maka
panjangkanlah sholat dan perpendeklah khutbah. Sesungguhnya diantara
penjelasan itu terdapat sesuatu yang bisa menyihir. “ ( HR Muslim )
8- Mengeraskan suara jika mampu dan kondisi memungkinkan. Dalilnya adalah hadist Jabir bin Abdullah ra, bahwasanya ia berkata :
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا خطب احمرت عيناه وعلا صوته واشتد غضبه حتى كأنه منذر جيش
“ Bahwasanya Rosulullah saw jika sedang
berkhutbah, kedua mata beliau memerah, suaranya meninggi, dan marahnya
memuncak, sehingga seakan-akan beliau adalah panglima perang yang sedang
memberi peringatan kepada bala tentaranya . “ ( HR Muslim )
9- Mengisyaratkan dengan jari telunjuk
ketika berdo’a di atas mimbar, serta tidak mengangkat kedua tangannya.
Dalilnya adalah apa yang diriwayatkan Umarah bin Ru’aibah bahwasanya dia
bercerita pernah melihat Bisr bin Marwan di atas mimbar mengangkat
kedua tangannya, maka beliaupun berkata :
قبح الله هاتين اليدين لقد رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم ما يزيد على أن يقول بيده هكذا وأشار بإصبعه المسبحة
“ Mudah-mudahan Allah memperburuk kedua
tangan itu, sesungguhnya aku pernah menyaksikan Rosulullah saw hanya
mengisyarat dengan tangannya seperti ini, dia sambil mengisyaratkan jari
telunjuknya. “ ( HR Muslim )
Di daerah saya setiap khatib
doa, para makmum mengangkat tangan dan mengaminkan. Ketika saya kuliah,
di masjid dekat kos saya tidak ada yang mengangkat tangan dan
mengaminkan. Saya bingung, mengapa mereka diam?
Jawaban :
Sebagaimana yang sudah diterangkan di
atas, bahwa sunnah yang terekam dari Rosulullah saw adalah ketika do’a
pada hari jum’at tidaklah mengangkat kedua tangannya begitu juga makmum,
dalilnya sebagaimana yang tersebut dalam hadist Umarah bin Ru’aibah di
atas.
Namun kita dapatkan sebagian ulama
membolehkan seorang khatib dan makmum untuk mengangkat tangan ketika
berdo’a pada sholat Jum’at. Mereka berdalil bahwa hadist-hadist yang
menerangkan tentang mengangkat tangan ketika berdo’a sangat banyak,
sehingga boleh diamalkan di dalam do’a ketika berkhutbah. Adapun hadist
yang menyatakan bahwa Rosulullah saw mengangkat tangan ketika berdo’a di
atas mimbar hanya pada waktu sholat Istisqa’ ( meminta turun hujan ),
maka maksudnya adalah mengangkat tangan tinggi-tinggi sehingga putih
ketiak beliau terlihat, sedang di tempat lain beliau mengangkat tangan
tidak terlalu tinggi. Atau bisa dimungkinkan bahwa para sahabat yang
meriwayatkan Rosulullah saw mengangkat tangan pada waktu berdo’a
termasuk di dalam khutbah Jum’at, jumlahnya lebih banyak dari sahabat
lain yang tidak melihat Rosulullah saw mengangkat tangan saat berdo’a.
Ustaz, bagaimana jika kita datang ke masjid sementara khatib sedang berkhutbah, apa yang harus kita kerjakan ?
Jawaban :
Jika masuk masjid sedang khatib sedang
berkhutbah, maka hendaknya tidak duduk sampai mengerjakan sholat
tahiyatul masjid dua reka’at secara ringan. Dalilnya adalah hadist Jabir
bin Abdullah ra, bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
إذا جاء أحدكم يوم الجمعة والإمام يخطب فليركع ركعتين وليتجوز فيهما
“ Jika salah satu dari kalian datang
pada hari Jum’at sedang imam sedang berkhutbah, hendaknya dia
mengerjakan sholat dua reka’at dan hendaknya dia meringankan ( meringkas
) dalam mengerjakannya. “ ( HR Muslim )
Bolehkah kita memperingatkan
orang yang sedang bicara atau bermain-main ketika imam sedang berkhutbah
? Apakah sah jum’at orang yang bermain-main tersebut, tolong jelaskan
dengan dalil-dalilnya !
Jawaban :
Tidak dibenarkan seseorang untuk
memperingatkan dengan kata-kata kepada orang yang sedang bermain-main
pada saat imam berkhutbah, karena hal itu termasuk perbuatan sia-sia.
Dalilnya adalah hadist Abu Hurairah ra, bahwasanya Rosulullah saw
bersabda :
إذا قلت لصاحبك أنصت يوم الجمعة والإمام يخطب فقد لغوت
“ Jika engkau berkata kepada temanmu : “
Dengarkanlah “ ! pada hari Jum’at, sedang imam sedang berkhutbah, maka
engkau telah berbuat sia-sia . “ ( HR Bukhari dan Muslim )
Para ulama menyebutkan bahwa maksud
telah berbuat sia-sia, artinya bahwa pahala Jum’atnya tidak sempurna,
seakan-akan dia hanya mengerjakan sholat Dhuhur saja, tetapi walaupun
demikian sholat Jum’atnya tetap sah.
Ustadz, saya sering mengantuk
ketika imam sedang berkhutbah pada hari Jum’at, bagaimana supaya
kebiasaan ini bisa berubah dan adakah pesan dari Rosulullah saw untuk
orang yang sedang mengantuk pada saat imam berkhutbah ?
Jawaban :
Untuk merubah kebiasaan itu, maka
seharusnya seseorang yang hendak mendatangi sholat Jum’at untuk
mempersiapkan dirinya sebaik mungkin. Diantaranya adalah :
1- Istirahatnya harus cukup, artinya
jika pada malam harinya kurang tidur, maka sebelum Jum’at jika memang
ada waktu, maka hendaknya dia istirahat atau tidur walaupun sejenak
dengan tujuan agar bisa mendengar khutbah yang disampaikan oleh imam
semaksimal mungkin.
2- Islam sangat menganjurkan seseorang
sebelum mendatangi sholat Jum’at untuk mandi besar. Hal ini dimaksudkan
agar badan seseorang menjadi bersih ketika datang ke masjid sehingga
baunya tidak mengganggu jama’ah yang lain. Selain itu, juga dimaksudkan
agar badannya menjadi segar dan pikirannya menjadi lebih jernih sehingga
terhindar dari rasa kantuk dan bisa berkonsentrasi penuh untuk
mendengar khutbah.
3- Untuk mengindari ngantuk, Rosulullah
saw sendiri pernah memberikan pesan kepada kita sebagaimana dalam hadist
Ibnu Umar ra, bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
إذا نعس أحدكم وهو في المسجد فليتحول من مجلسه ذلك إلى غيره
“ Jika salah satu diantara kalian
mengantuk sedang dia sedang berada di masjid, hendaknya dia pindah dari
tempat duduknya ke tempat lain. “ ( Hadist Shohih Riwayat Abu Daud dan
Tirmidzi )
Ustadz, sebenarnya ada nggak
sholat sunnah qabliyah Jum’at itu, tolong jelaskan, karena di masjid
kami, sebagian melakukan sholat qabliyah jum’at setelah adzan pertama,
dan sebagian yang lain tidak melakukannya, mana yang benar ?
Jawaban :
Para ulama berbeda pendapat dalam
masalah ini, sebagian mengatakan bahwa sholat sunnah qabliyah Jum’at
adalah amalan yang disunnahkan, sedangkan sebagian yang lain mengatakan
bahwa sholat qabliyah jum’at tidak ada dan tidak disunnahkan sama
sekali. Pendapat yang kedua ini lebih kuat dan lebih benar. Hal itu
dikarenakan beberapa hal, diantaranya adalah :
Pertama : Sholat Jum’at hukumnya berbeda dengan Sholat Dhuhur, sehingga tidak boleh disamakan.
Kedua : Hadits-hadist yang menunjukan
adanya sholat qabliyah jum’at adalah hadist-hadist dho’if yang tidak
bisa dijadikan sandaran. Diantara hadist-hadist dhoif tersebut adalah :
1/ Hadist Abu Hurairah ra. yang berbunyi
: “Dan beliau saw biasa mengerjakan shalat dua rakaat sebelum Jum’at
dan empat rakaat setelahnya.” ( HR Al Bazzar, di dalam sanadnya terdapat
kelemahan )
2/ Hadist Ali bin Abi Thalib ra, yang
menyebutkan bahwa : “ Beliau saw biasa mengerjakan shalat empat rakaat
sebelum Jum’at dan empat rakaat setelahnya.”
( HR al-Atsram dan Thabrani, di dalam sanadnya terdapat rawi yang lemah, yaitu Muhammad bin ‘Abdurrahman as-Sahmi )
Ketiga : Di sana ada hadist yang
dijadikan dalil bagi yang mengatakan adanya sunnah qabliyah jum'at,
hadist tersebut menyebutkan bahwa :
“Ibnu ‘Umar biasa memanjangkan shalat
sebelum shalat Jum’at dan mengerjakan shalat dua rakaat setelahnya di
rumahnya. Dan dia menyampaikan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa melakukan hal tersebut.” ( HR Abu Daud dan Ibnu Hibban )
Hadist di atas tidaklah menunjukkan
adanya sunnah qabliyah jum’at, karena maksud dari kalimat : “Ibnu ‘Umar
biasa memanjangkan shalat sebelum shalat Jum’at” adalah sholat sunnah
mutlaq atau sholat tahiyatul masjid.
Jadi, disunnahkan pada hari jum’at,
ketika masuk masjid untuk mengerjakan sholat sunnah tahiyatul masjid dan
apabila ada waktu longgar disunnahkan juga untuk sholat sunnah mutlak,
sampai imam naik mimbar. Sholat sunnah tersebut bukanlah sholat sunnah
qabliyah jum’at, walaupun dikerjakan sebelum adzan Jum’at.
Ustadz, shalat sunnah ba'diyyah jum'at, sebenarnya berapa sih, empat raka'at atau dua raka'at?
Jawaban :
Sholat sunnah ba’diyah jum’at minimal jumlahnya dua reka’at. Hal ini berdasarkan hadist Abdullah bin Umar r.a :
عن عبد الله أنه كان إذا صلى الجمعة انصرف فسجد سجدتين في بيته ثم قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصنع ذلك .
“ Bahwasanya Abdullah bin Umar r.a jika
selesai sholat Jum’at, segera melakukan sholat dua reka’at di rumahnya.
Kemudian dia berkata : “ Bahwasanya Rosulullah saw melaksanakan seperti
itu . “ ( HR Muslim )
Hal ini diperkuat dengan hadist Abdullah
bin Umar r.a yang lainnya ketika menerangkan tentang sifat sholat
sunnah Rosulullah saw , beliau berkata :
فكان لا يصلي بعد الجمعة حتى ينصرف فيصلي ركعتين في بيته
“ Bahwasanya Rosulullah saw tidaklah
sholat sehabis Jum’at sampai beliau pergi dan sholat di rumahnya dua
reka’at . “ ( HR Muslim )
Boleh juga melakukan sholat sunnah
ba’diyah jum’at dengan empat reka’at, dan inilah yang dianjurkan oleh
Rosulullah saw sendiri dalam beberapa hadistnya, diantaranya adalah
hadist Abu Hurairah r.a bahwasanya Rosulullah saw bersabda :
إذا صلى أحدكم الجمعة فليصل بعدها أربعا
“ Jika salah satu diantara kalaian sholat Jum’at, hendaknya dia mengerjakan sholat empat reka’at sesudahnya. “ ( HR Muslim )
Dalam lafadh lain beliau bersabda :
إذا صليتم بعد الجمعة فصلوا أربعا
“ Jika kalian sholat habis jum’at, maka sholatlah empat reka’at. “ ( HR Muslim )
Dalam lafadh lain disebutkan :
من كان منكم مصليا بعد الجمعة فليصل أربعا
“ Barang siapa diantara kalian sholat habis jum’at, maka hendaklah dia sholat empat reka’at “ ( HR Muslim )
Dari hadist-hadist di atas, para ulama
menyimpulkan bahwa kalau melakukan sholat ba’diyah jum’at sebaiknya
melakukannya dengan empat reka’at, hal ini berlaku di rumah ataupun di
masjid, karena hadistnya masih bersifat umum. Dan juga karena ini
merupakan anjuran Rosulullah saw secara langsung melalui sunnah
qauliyah. Adapun yang dilakukan oleh Rosulullah saw di rumah ( sunnah
fi’liyah ) dengan melakukan sholat dua reka’at, itu menunjukkan
kebolehan.
Sementara itu, sebagian ulama mengatakan
bahwa jika sholat dilakukan di masjid, maka hendaknya dilakukan dengan
empat reka’at, tetapi jika dilakukan di rumah, hendaknya dilakukan
dengan dua reka’at. Tetapi yang lebih kuat adalah pendapat pertama.
Wallahu A’lam.